Sebagai pemuda yang memegang teguh adat dan
tekun dalam menjalankan ajaran agama, Poltak jatuh cinta pada Tiur seorang
gadis yang berasal dari suku yang sama.
Tetapi dengan pertimbangan derajat dan status
sosial yang berbeda, orang tua Tiur melarang anaknya bergaul lebih dekat dengan
Poltak. Karena sudah saling mencintai tentu saja pasangan ini menjadi prustasi.
Suatti hari ketika kedua orangtuanya ke luar
kota, Poltak mengajak Tiur ke rumahnya untuk bertukar cerita dan berdoa
bersama.
Tiur sebagai penganut agama Hindu yang taat
mulai berdoa, “Om, Santi... Santi, Om...”
Sementara Poltak yang Kristen juga berdoa,
“Tuhan, Bapak kami yang ada di sorga...,”
belum selesai Poltak berdoa tiba-tiba Santi berteriak dengan senang.
“‘Oh, Bang Poltak; rupanya kita memang
berjodoh. Bukankah dalam doa tadi Bang Poltak menyebut Tuhan itu sebagai Bapak,
sedangkan saya menyebutnya Om. Berarti saya ini masih Pariban Bang
Poltak. Kalau begitu Bang Poltak boleh menikah dengan saya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar