Di suatu desa yang terpencil berdiamlah
beberapa keluarga yang belum mengenal adanya Tuhan. Mereka hingga saat itu
masih menganut Atheis. Suatu ketika seorang anak dari petani terkaya di desa
itu ingin bersekolah di kota.
Karena keinginannya sangat besar, orang tuanya akhirnya mengijinkannya.
Di kota
si anak tinggal di rumah seorang pendeta. Selama ia tinggal di rumah sang
pendeta, ia diajarkan tentang agama Kristen. Bagaimana tentang berdoa, tata
beribadah dan apa dan siapa Tuhan itu.
Setelah tamat sekolah iapun pulang ke desanya
di sana ia
dijamu oleh keluarganya karena sudah jadi sarjana. Saat mereka mau makan, maka
si anak memohon kepada orang tuanya, kakek-neneknya agar sebelum makan harus
berdoa dahulu. Tetapi orang tuanya dan kakek-neneknya yang tidak mengetahui apa
itu doa menurut saja. Si anak berdoa dengan memulai doanya “Bapa kami yang di
surga...”
Mendengar doa si cucu, kakeknya ingin ikut
berdoa, dan iapun memulai “Anak saya yang di surga...”. Mendengar doa kakeknya
itu, si cucu bertanya “Kenapa Kakek memanggil Tuhan anak?” Si kakek pun
menjawab, “Kakek kan
tidak salah. Kamu tadi menyebut waktu berdoa “Bapak kami yang di surga...”.
Jadi jika kamu memanggilnya Bapak tentu saya memanggilnya anak” ujar si kakek
kalem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar