Monumen Hamid Roesdi
Lokasinya terletak di Jl. Simpang Balapan, Ijen Boulevard Malang. Monumen ini
didirikan atas gagasan dan inisiatif pihak TNI KOBEM 083 BALADHIKA JAYA
untuk mengenang jasa-jasa Mayor Hamid Rusdi dalam mewujudkan
Kemerdekaan Indonesia. Diresmikan pertama kali pada 10 November 1975 di
persimpangan jalan antara Jl. Semeru dan Jl. Arjuna.
Namun kemudian dengan seiring keberhasilan Kota Malang dalam meraih dan mempertahankan Piala Adipura untuk yang kesekian kalinya, maka keberadaan monumen Hamid Rusdi digantikan oleh Monumen Adipura Kencana. Kemudian Monumen L Hanild Busdi dipindahian ke Areal Taman Bekreasi Sena Putra fcMalang. Sekarang ini Monumen Hamid Rusdi berada di Simpang Balapan atau Ijen Boulevard.
Sejarah
Hamid Roesdi dikenang sebagai sosok pahlawan tiga masa, yaitu
masa penjajahan Belanda, Jepang, dan Kemerdekaan yang sangat konsisten
memperjuangkan hak-hak rakyat. Beliau lahir pada hari Senin Pon 1911 di
desa Sumbermanjing Kulon, Pagak Malang Selatan.
Pada masa penjajahan Belanda, sangat aktif di bidang kepanduan dan
tergabung dalam 'Pandu Ansor' karena belau juga seorang guru agama
sekaligus staf Partai NU. Beberapa tahun kemudian bekerja di Malang sebagai seorang sopir di penjara Besar Malang (Lowokwaru). Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang memasuki kota Malang dan mulai memerintahkan membuat barisan Heiho, Seinedan, Keibodan dan Djibakutai sekaligus melakukan tekanan fisik pada rakyat.
Melihat situasi itu, Hamid Roesdi keluar dari pekerjaannya dan
mulai membela nasib rakyat dengan menyusuo ke PETA (Pembela Tanah Air)
tahun 1943 yang dibentuk atas usul Gatot Mangkupraja dan ditugaskan di Malang dengan
pangkat Sudanco (Letnan I). Selain berlatih militer, ia juga sibuk
mempersiapkan laskar rakyat untuk menentang Jepang sendiri. Pada malam
hari tanggak 3 September 1945 diumumkan daerah karesidenan Surabaya
masuk wilayah RI, Hamid Roesdi mulai melucuti tentara Jepang di Malang.
Pada tahun 1946 menjabat sebagai perwira Staf Divisi VII Suropati
dengan pangkat Mayor dan bertempat tinggal di jalan Semeru (sekarang
Bank Permata).
Dianggap berhasil dalam menangani pelucutan senjata Jepang,
kemudian Beliau diangkat sebagai komandan Batalyon I Resimen Infanteri
38 Jawa Barat dan menyelesaikan pertempuran disana dengan sukses.
Sekembalinya dari Jawa Barat dinaikkan pangkatnya dari Letnan Kolonel
menjadi Komandan Pertahanan daerah Malang di Pandaan-Pasuruan.
Pada Clash I 1947 Hamid Roesdi dengan gigih memimpin pasukan mempertahankan Kota Malang dari
tentara Belanda. Sebelum Belanda memasuki Pandaan, Hamid Roesdi
berkeliling kota menaiki Jeep untuk memerintahkan seluruh rakyat agar
'membumi hanguskan' bangunan Belanda.
Ketika Kota Malang tidak dapat dipertahankan lagi, beliau membuat pertahanan di Bululawang dan menyusun strategi merebut Malang kembali.
Tengah malam 8 Maret 1949 kondisi perang sangat genting, Hamid Roesdi
datang dan berpamitan pada istrinya, Siti Fatimah yang belum sempat
dikaruniai anak karena selalu hidup dalam persembunyian. Setelah pamit
untuk terakhir kalinya, beliau tidak pernah kembali lagi selama-lamanya.
Sumber: Malang - Telusuri Dengan Hati. Dwi Cahyono, Hal. 139
Tidak ada komentar:
Posting Komentar