Inti_ajaran_makrifat_wejangan_delapan_wali_tanah_jawa
Inti
Ajaran Makrifat
Dalam
Wirid Hidayat Jati, makrifat yang di diajarkan adalah wejangan yang berasal
dari delapan wali dari tanah Jawa, yang sudah dikumpulkan menjadi satu. Isinya
bersumber dari intisari firman Allah SWT yang dijelaskan dalan hadis Nabi
Muhammad SAW kepada Sayyidina Ali r.a melalui telinga kirinya.
Dzat
dan Rumah Tuhan
Ajaran
pertama tentang Dzat dan singgasana Tuhan. Ajaran tersebut terbagi menjadi
delapan bagian, yaitu sebagai berikut :
1.
Adanya Dzat
Sesungguhnya
tidak ada apa-apa, karena pada waktu masih keadaan kosong, belum ada
sesuatupun. Yang ada hanyalah Aku. Tidak ada Tuhan selain Aku. Akulah hakikat
Dzat yang Maha Suci, yang meliputi sifat-Ku, yang menyertai Nama-Ku, dan yang
menandai perbuatan-perbuatan-Ku.
2.
Kejadian Dzat
Sesungguhnya,
Aku adalah Dzat yang Maha Kuasa, yang berkuasa menciptakan segala sesuatu.
Terjadi dalam seketika, sempurna dari Kodrat-Ku. Pertama kali yang Aku ciptakan
adalah sebuah pohon bernama Sajaratul Yakin (pohon kehidupan). Pohon itu tumbuh
dialam Adam Makdum (kosong hampa) yang azali dan abadi. Setelah itu Aku
ciptakan Cahaya Bernama Nur Muhammad (cahaya yang terpuji), kemudian cermin
bernama Mir’atul Haya’i (kaca wira’i), nyawa yang disebut Roh Idhafi (nyawa
yang jernih), pelita yang bernama Kandil (lampu tanpa api), pemata yang bernama
Dzarrah (permata), dan Jalal (keperkasaan) yang disebut Hijab (dinding jalal
atau penutup), yang menjadi sekat bagi penampakan-Ku.
3.
Uraian Tentang Dzat
Sebenarnya
manusia itu adalah Rahsa-Ku dan Aku ini adalah rahsa manusia karena Aku
menciptakan Adam dari empat unsur yaitu : tanah, air, api, dan udara. Keempat
unsur itu adalah perwujudan dan Sifat-Ku. Kemudian Aku masukkan kedalam tubuh
Adam lima macam mudzarrah, yaitu : nur, rahsa, ruh, nafsu, dan budi yang
merupakan diding yang menghalangi Wajah-Ku yang Maha Suci.
4.
Susunan dalam Singgasana Baitul Makmur
Sesungguhnya
Aku mengatur singgasana dalam Baitul Makmur, yaitu rumah tempat kesukaan-Ku.
Tempat itu berada dalam kepala Adam. Dalam kepala itu ada otak, dalam otak itu
ada manik, dalam manik ada budi, dalam budi ada nafsu, dalam nafsu ada sukma,
dalam sukma ada rahsa, dalam rahsa ada Aku. Tidak ada Tuhan selain Aku, Dzat
yang melipti semua keadaan.
5.
Susunan dalam Singgasana Baitul Muharram
Sesungguhnya
Aku mengatur singgasana berada dalam Baitul Muharram, yaitu rumah tempat
pengingat-Ku. Tempat itu ada di dalam dada Adam, di dalam dada itu ada hati, di
dalam hati itu ada jantung, di dalam jantung itu ada budi, di dalam budi itu
ada jinem (angan-angan), di dalam jinem itu ada sukma, di dalam sukma itu ada
rahsa, di dalam rahsa itu ada Aku. Tidak ada Tuhan selain Aku, Dzat yang
meliputi semua keadaan.
6.
Susunan dalam Singgasana Baitul Muqaddas
Sesungguhnya
Aku mengatur singgasana di dalam Baitul Muqaddas. Itu adalah rumah, tempat yang
Aku sucikan. Berada dalam kontholnya adam, dalam konthol itu ada prinsilan
(buah pelir), di antara prinsilan itu ada nathfah yaitu mani, dalam mani itu
ada madzi, dalam madzi itu ada wadi, dalam wadi ada manikem, dalam manikem itu
ada rahsa, dalam rahsa ada Aku. Tidak ada Tuhan selain Aku, Dzat yang meliputi
semua keadaan, bertahta dalam nukat gaib, turun menjadi Jauhar Awal. Disitulah
alam Ahadiyat berada (alam Wahdat dan alam Wahidiyat), alam Arwah, alam Misal,
alam Ajsam, dan alam Insan Kamil, menjadi manusia sempurna yaitu sifat-Ku yang
sejati.
7.
Peneguh Iman
Yaitu
yang menjadi kekuatan iman:
Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Aku dan menyaksikan Diri-Ku bahwa
Muhammad itu adalah utusan-Ku.
8.
Kesaksian
Aku
bersaksi dalam Diri-Ku sendiri bahwa tidak ada Tuhan selain Diri-Ku dan
menyaksikan Diri-Ku bahwa Muhammad itu adalah utusan-Ku. Bahwa sesungguhnya
yang dinamakan Allah itu adalah Badan-Ku, Rasul itu adalah Rahsa-Ku, Muhammad
itu adalah Cahaya-Ku. Akulah yang selalu ingat dan tidak pernah lupa, Akulah
yang kekal tidak bisa diubah oleh keadaan. Akulah yang selalu tahu, tidak ada
suatu apapun yang tersembunyi dari-Ku. Akulah yang menguasai segalanya, yang
Maha Kuasa dan Bijaksana, tidak memiliki kekurangan dalam pengetahuan. Byar!
Sempurna, terang-benderang, tidak terasa apa-apa, tidak kelihatan apa-apa,
hanya Diri-Ku yang meliputi semua alam dengan Kodrat-Ku.
Hakikat Hidup
Menurut
ajaran wali songo, ajaran ini berisi tentang hakikat hidup agar menjadi
bijaksana terhadap sangkan paran dan agar mencapai kemuliaan dalam keadaan
jati, yang bersumber dari firman Allah Ta’ala. Pada zaman dahulu, ajaran ini
dirahasiakan oleh para wali. Namun sekarang telah dibuka, dijelaskan dengan
terang-terangan agar orang-orang dapat mengetahui asal kejadian sampai pada
kesempurnaan ajal. Adapun uraiannya sebagai berikut :
Pertama
tentang asal kejadian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang penjelasannya
sebagai berikut : Roh rohani bercampur dengan roh jasmani, bertambah dari
Kodrat Allah Ta’ala. Kemudian ia menetes di bumi yang suci ( rahim)
Sesudah
berusia sekitar satu bulan, ia sudah mendapat tambahan kontha dari Nur
Muhammad. Karenanya, ketika berada dalam bumi suci ia sudah dapat bergerak.
Sesudah berusia sekitar dua bulan, ia sudah dapat warna dari Nabi Muhammad.
Karenanya, ketika dalam kandungan ia sudah dapat berdenyut seperti layaknya
manusia.
Sesudah
berusia sekitar tiga bulan, berdasarkan firman Allah Ta’ala kepada Nabi
Muhammad, ia dalam kandungan ia sudah dapat bergerak. Peribahasannya adalah ,
idham-idham kawaran dari Kodrat Allah Ta’ala.
Sesudah
empat bulan, berdasarkan firman Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad, ia akan
mendapat tambahan otak. Oleh karena itu, ia dalam kandungan ia sudah dapat
memiliki keinginan.
Sesudah
berusia lima bulan, berdasarkan firman Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad, ia
akan mendapat tambahan otot. Oleh karena itu ia dalam kandungan ia sudah dapat
bergerak perlahan-lahan.
Sesudah
berusia sekitar enam bulan, berdasarkan firman Allah Ta’ala kepada Nabi
Muhammad, ia akan mendapat tambahan tulang. Oleh karena itu ia sudah dapat
naik-turun dan jungkir balik.
Sesudah
berusia tujuh bulan, berdasarkan firman Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad, ia
akan mendapat rupa. Ia juga mendapat tambahan dari Kodrat Allah Ta’ala seperti
rambut, darah, dan daging.
Sesudah
berusia sekitar delapan bulan, berdasarkan firman Allah Ta’ala kepada Nabi
Muhammad, calon anak ini sudah dapat mengoprasikan saudara yang empat dan lima
pusar. Saudara yang empat tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama : kakawah (air ketuban)Kedua : bungkusKetiga : ari-ariKeempat : darah
Penjelasannya
: Kekawah artinnya menjadi pengasih. Bungkus menjadi kekuatan. Darah artinya
waliyas mati, maka hendaklah diketahui bahwa Kekawah itu adalah Malaikat
Jibril, Bungkus adalah Malaikat Mikail. Ari-ari adalah Malaikat Israfil, dan
darah adalah Malaikat Izrail.
Jibril
berada pada kulit. Mikail berda pada tulang. Israfil berada pada otot. Izrail
berada pada daging. Akhirnya selamatlah sentosa, semua itu tidak kelihatan
karena Kodrat Allah.
Setelah
berusia sekitar sembilan bulan, ia akan berwujud bayi. Berdasarkan firman Allah
Ta’ala kepada Nabi Muhammad, ada empat hal yang di anugrahkan Allah Ta’ala
dengan Kodrat-Nya sebagaimana tersebut dibawah ini
Pertama : budiKedua : rahsaKetiga : angan-anganKeempat : hidup
Kemudian
Nabi Muhammad menambahkan ambuh atau kemantapan kepadanya dengan disertai
dengan bacaan syahadat jati. Artinya shyahadat jati adalah makrifat kepada Dzat
Allah. Diharapkan kelak ia akan teguh hati terhadap Dzat yang tidak akan mati.
Allah
Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad SAW,
Aku berkenan mengatur istana yang berada di dalam dada manusia. Didalam dada itu ada hati, di antara hati itu ada jantung, dijantung itu ada budi, di dalam budi ada jinem, di dalam jnem itu ada sukma, di dalam sukma itu ada rahsa, di dalam rahsa itu ada Aku. Tidak ada Tuhan selain Aku.
Setelah
itu menjadi bayi, akhirnya dibukalah Kodrat Allah Ta’ala, ia lahir dari
kandungan dan menangis. Keadaan bayi saat itu dapat disebut hidup, dalam zaman
yang Maha Mulia.
Apabila
bayi tersebut lahir dari kandungan setelah sepuluh atau sebelas bulan, maka
berari kekeliruan perhitungan, karena tidak memperhatikan pengeluaran rahsa.
Allah Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar menyertai Hijab Dzat
elok padanya untuk menentukan waktu kelahiran dari kandungan ibunya selama
sembilan bulan. Disitu, disertakan pula kotoran tahi tahun, tahi kalong, cacing
kalung, cacing tembaga, yang semua itu akhirnya akan mendatangkan nafsu
lawwarnah.
Jasad
dan Roh
Manusia bukanlah sekedar apa yang nampak secara kasat
mata,terdiri atas berbalut daging dan kulit,yang membutuhkan makanan dan
minuman. Hakikat manusia terletak pada sesuatu yang amat berharga di dalam
tubuh kasarnya, yaitu roh. Artinya,bahwa exsistensi manusia memiliki jasad
sebagai bentuknya, dan memiliki roh atau jiwa sebagai makna keberadaannya. Roh
merupakan hakikat manusia yang berasal dari alam arwah, sedangkan jasad berasal
dari unsur-unsur materi. Jadi, jelas bahwa kejadian manusia itu terdiri dari
bentuk luar yang tersebut sebagai jasad, dan wujud dalam yang disebut sebagai
jiwa atau roh. Dengan demikian kejadian manusia itu terdiri dari dua unsur yang
sangat berbeda,yaitu unsur rohani dan unsur jasmani. Unsur rohani atau roh
(jiwa) adalah sejenis wujud immateriil yang berasal dari nur Allah, yakni
makhluk suci yang memiliki potensi dan kecenderungan asli untuk mengenal Tuhan
dan menyembah-Nya, dan ia merupakan sumber akhlak yg mulia serta senantiasa
menarik jiwa dan jasad menuju keluhuran. Dan karena roh itu berasal dari Allah,
maka selamanya ia akan merindukan-Nya. Sedangkan unsur jasmani atau jasad
adalah wujud materiil yang memiliki sifat-sifat tabiat kebendaan yang merupakan
sumber dari hawa nafsu keduniaan yang berlawanan arah dengan tabiat roh.
Roh
berasal dari alam arwah,yang diturunkan kedalam jasad manusia,yang memiliki
kemampuan untuk mengetahui, berkehendak dan berkuasa atas tubuh yang
didiaminya. Ketika roh ditiupkan ke dalam badan, badan pun menjadi hidup. Dan
ketika menigglkan badan, badan pun menjadi mati. Jadi keberadaan badan manusia
itu bergantung pada roh dan bukan sebaliknya. Roh sama sekali tidak mengenal
mati,sedikit pun ia tidak terpengaruh oleh kematian kecuali sekedar kehilangan
wadah kasarnya.
Sewaktu
anak Adam tidur roh meninggalkan badan untuk sementara. Tapi ketika roh dicabut
kerena beberapa penyebab fisik seperti tidak berfungsinya organ tubuh yang
vital, atau penyebab lain dari luar, maka matilah ia. Saat itu roh meninggalkan
badan dan pergi ke dunia spiritual yaitu alam arwah, sebagaimana diterangkan
dalam Al Quran “ Allah yang mengambil roh manusia pada saat kematian mereka,dan
yang belum mati dalam tidurnya. Allah menahan roh orang yang telah ditetapkan
ajal kematiannya, dan melepaskan yang lain (ke badannya) sampai waktu yang
ditentukan.” (QS. Az Zumar:42)
Ayat
ini menerangkan bahwa roh itu hidup, dapat berpindah-pindah, dan menembus ke
segenap bagian tubuh manusia. Lebih lanjut diterangkan, bahwa roh diperintah
oleh Allah meninggalkan badan untuk semetara, yaitu selama orang itu tidur.
Kemudian diperintahkan-Nya memasuki badan kembali begitu terjaga dari tidurnya.
Rasulullah Saw. bersabda : “Sesungguhnya rohmu dikeluarkan dan kemudian
dikembalikan kepadamu, sampai suatu waktu yang diinginkan oleh Allah.”
Dengan
sebab bahwa hidup manusia adalah karena kehadiran roh pada jasadnya, maka ketika
datang saat yang sudah ditetapkan roh itu keluar, tubuh pun menjadi mati.
Setelah kematian, tubuh manusia segera rusak, tapi roh tetep hidup,kekal, dan
abadi. Dalam hal ini Ibnu Qayyim mengatakan, bahwa setelah roh dicabut saat
menemui ajalnya ia kembali ke badan dalam kubur untuk ditanyai oleh malaikat
Munkar dan Nakir. Seterusnya roh menetap dalam barzakh untuk mengecap
kebahagiaan atau merasakan hukuman siksa sampai hari kebangkitan. Dengan begitu
rohlah yang akan mengantar manusia untuk melihat keindahan dan kelapangan alam
surgawi. Demikianlah pula sebaliknya, rohlah yang akan mengantar manusia untuk
menerima azab neraka. Selanjutnya roh yang suci akan kembali kepada Allah di
surga, sedangkan yang kotor akan menjalani proses penyucian di neraka. Untuk
itu segala kegiatan manusia di dunia hendaknya dijadikan ibadah, karena hanya
melalui peribadatan itu roh dapat menyucikan dirinya setelah melakukan
dosa-dosa selama hidup menyatu dengan jasadnya.
Memang,
di dalam Al Quran dinyatakan bahwa roh itu merupakan urusan Allah,dan manusia
tidak diberi pengetahuan tentang roh kecuali hanya sedikit. Ia hanyalah
sebagian kecil dari rahasia Allah yang telah ditetapkan Allah ke dalam manusia
dari alam surgawi QS. Sad:72)
Namun
meski sedikit, hal itu tidak menghalangi manusia untuk terus melakukan
pemikiran dan perenungan tentang eksistensi roh, dan itu pun tidak luput dari
timbulnya macam-macam perbedaan pendapat diantara ulaa telah mereka mengadakan
kajian tentang hakikat roh. Sebab, disamping adanya pengertian roh dari sudut
fisik sebagai daya hidup jasmani, tetapi secara substansial istilah roh juga
mengandung pengertian sebagai wujud spiritaual. Itulah sebabnya, didalam
tasawwuf pun tidak sedikit tokoh-tokoh sufi yang begitu serius membicarakan
masalah roh, termasuk di kalangan sufi indonesia seperti Syaikh Abdus Samad Al
Palimbani.
Menurud
Abdus Samad Al Palimbani roh manusia adalah makhluk suci yang merupakan
percikan Nur Alah yang Azali. Ia telah memiliki wujud sebelum tubuhnya
diciptakan, dan telah mengenal Tuhan secara langsung sebelum ia dilahirkan ke
dunia. Ketika itu manusia masih dalam bentuk nur yang berkeliaran di seputar
alam kesucian yang luhur, sebelum kemudian ditentukan ke dalam kegelapan rahim
dan menyatu dengan jasad janin.
Al
Quran menjelaskan bahwa sebelum roh diturunkan ke alam jasad Allah telah
berfirman, “ Bukanlah Aku ini Tuhan kalian?” Roh-roh itu pun menjawab, “Benar,
Engkau adalah Tuhan kami.” (Q Al ‘araf:172)
Ayat
ini jelas mengartikan, bahwa sebelum roh diturunkan di alam jasad, mereka telah
mengenal tentang sesuatu, yaitu Tuhan Yang Maha Pencipta. Namun demikian,
ketika roh ditiupkan ke alam jasad manusia, roh-roh itu lupa akan pertemuan-Nya
yang pernah mereka alami. Ini terjadi karena roh semakin terpengaruh oleh nafsu
yang ada pada jasad materialnya. Maka, hanya dengan intensitas kegiatan ibadat,
kiranya roh akan mengingat kembali pengetahuan dan pengalaman yang pernah
dialaminya di sisi Tuhannya, yakni zaman azali.
Tentang
asal-usul keberadaan roh sebelum ia dipertautkan dengan jasad kasarnya ini,
para tokoh sufi pada umumnya mengintesprestasikan ayat Al Quran (QS. At
Tin:4-5)
Mereka
dengan merujuk pada dua ayat ini berpendapat bahwa semua sebelum di alam rahim
sang ibu ia menjalani fase nurani di zaman azali. Pada masa itu, menurut mereka
manusia berada dalam wujud yang seindah-indahnya dan sebaik-baiknya dalam wujud
roh, yang satu sama lain sudah saling mengenal. Ia hidup di alam kegaiban yang
hanya bisa dilihat oleh para wali abdal, kekasih-kekasih Allah. Dari sanalah
kemudian ia diturunkan ketempat yang serendah-rendahnya, yaitu dimasukkan ke
dalam tanah liat dan air mani yang hina. Jadi, manusia telah mengalami alam
azali nurani sebelum dirinya dijadikan dalam bentuk darah dan daging di dalam
rahim. Setelah itu, ia diturunkan ke dunia, dan hijab gaib pun segera melekat
padanya, yaitu berupa keinginan-keinginan dan kecenderungan nafsu keduniaan.
Akibatnya, sibuklah ia dengan kebutuhan-kebutuhan materinya, hingga ia lupa
akan sejarahnya, disebabkan terpenjara oleh dunia dan nafsu-nafsu rendah,
hingga derajatnya pun merosot serendah-rendahnya, yakni menjadi jasad kasar di
alam dunia yang rendah.
Sesudah
jatuh dari keadaan sebaik-baiknya keadian mejadi keadaan paling rendah, manusia
tidak bisa menikmati kembali keadaan di zaman azali yang dilingkungi oleh
keindahan surga. Apalagi jika manusia lupa akan kedudukannya lalu menyeret diri
dan menyerahkan kepada naluri hewaniahnya, maka ia akan merosot ke lembah
kehinaan. Begitulah manusia yang awalnya merupakan ciptaan Allah yang paling
mulia, ternyata lebih banyak merendahkan derajanya sendiri dibawah
makhluk-makhluk lain yang lebih rendah, seperti binatang, pohon-pohon,
bebatuan, dan lain-lainya. Perendahan derajat manusia ini timbul lebih banyak
diakibatkan oleh pengumbaran nafsunya yang tak terkendali, terutama nafsu
kecintaan pada harta, kedudukan,dan kehormatan. Akibatnya, manusia yang kodrat
sebenarnya adalah supaya mengendalikan materi kebendaan dan mengatasi hawa
nafsunya, tetapi pada kenyataanya malah terbalik, yakni manusia yang kini
justru diperbudak oleh benda-benda dan bujukan nafsunya sendiri. Dan
orang-orang yang tertipu itu bukanlah kaum awam saja, tapi dapat ditemukan
hampir di setiap lapisan masyarakat. Mereka dapat dijumpai dikalangan cerdik
pandai, bahkan di kalangan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, apalagi di
kalangan kaum awam dan rakyat jelata.
Kerinduan
roh akan kehidupan asal di zaman azali, menurut konsep sufisme,segera bila
terobati begitu roh meninggalkan kehidupan dunia ini menuju alam barzakh. Di
alam akhirat nanti jiwa-jiwa yang bersih akan saling bertemu untuk menumpahkan
kerinduannya, karena mereka saling kenal dahulu sebelum ditiupkan ke badan
manusia. Ada pun roh-roh yang kotor dan buruk ia tidak akan merasa rindu kepada
siapa pun, dan ia di hari akhirat itu keadaannya sangat payah penuh penderitaan
dan kesengsaraan, dan akan bertambah payah lagi ketika bergabung dengan jiwa
kotor lainnya.
Dan
kerinduan itu akan terobati kala di surga kelak : “ Dan sampaikanlah berita
gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka
diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan:”Inilah yang
pernah diberikan kepada kami dahulu”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan
untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di
dalamnya. “
Martabat Tujuh
Pertama
kali dikemukakan oleh Ibn. Fadhilah mengenai Martabat tujuh, dia adalah seorang
sufi dari India. Ajaran ini dipengaruhi oleh Ibn ‘Arabi yang diadopsi oleh para
sufi di tanah Jawa. Salah satunya adalah Raden Ngabehi Ranggawarsito. Menurut
ajaran Martabat Tujuh, Tuhan menampakkan Diri dalam tujuh tingkatan atau
Martabat :
- Martabat Ahadiyat
- Martabat Wahdat
- Martabat Wahidiyat
- Alam Arwah
- Alam Misal
- Alam Ajsam
- Alam Insan Kamil
1. Martabat Ahadiyat.
Ini
adalah Martabat Tertinggi Ketuhanan. Tuhan digambarkan sebagai Dzat yang tidak
bisa disebut dengan apa pun. Inilah Tuhan Sejati bagi manusia, tidak pandang
bangsa dan agama. Dalam Islam sering disebut dengan keadaan Kunhi Dzat atau
Dzat semata. Para sufi Jawa yang banyak dipengaruh oleh filsafat Hindu
menyebutkan dengan istilah Aku. Pada keadaan ini, tidak ada sesuatu selain Dzat
Tuhan. Kosong hampa. Sunyi-senyap. Tidak ada sifat, nama, atau perbuatan. Maka
Ibn ‘Arabi pernah melontarkan gagasan kesatuan semua agama. Hal ini bisa
diterima jika dipandang dalam keadaan ini, yakni keadaan Aku semata.
2. Martabat Wahdat.
Dalam
Martabat Ahadiyat, Tuhan adalah Dzat Suci yang berdiri sendiri. Tak ada yang
lain selain Diri-Nya. Dia rindu untuk dikenal, namun siapa yang akan
mengenal-Nya karena tidak ada yang lain selain Diri-Nya. Tuhan berkehendak
menciptakan makhluk agar Diri-Nya dikenal oleh makhluk tersebut. Inilah proses
awal penciptaan. Tuhan hendak menciptakan makhluk. Untuk menciptakan sesuatu
pastilah menggunakan bahan. Bahan tersebut diambil dari-Nya sendiri. Logis,
karena tidak ada bahan lain selain Diri-Nya. Tidak tersisa ruang sedikit pun
untuk selain Diri-Nya,maka otamatis Tuhan mengambil bahan dari Diri-Nya
sendiri. Sebenarnya pencipaan ini lebih bersifat maknawi, Dia tidak pernah
membuat sesuatu yang baru, namun hanya menampakkan Diri dengan penampakan lain
atau tajalli.Tuhan menurunkan kualitas Diri-Nya, dari Dzat Mutlak yang teramat
Suci menjadi dua sebagaimana dibayangkan akal. Tidak seperti itu sama sekali.
Penurunan ini hanya sekedar ungkapan yang bermakna simbolis. Sama halnya dengan
air laut yang menampakan diri dengan penampakan lain berupa gelombang.Sebenarnya
tidak ada bedanya antara air laut dan gelombang, keduannya adalah satu juga.
Inilah
martabat Tuhan yang kedua yakni Martabat Wahdat. Dia sudah melakukan proses
pencipaan pertama. Ciptaan pertama-Nya ini berupa Nur Muhammad atau Cahaya
Muhammad. Ranggawarsita menyebutnya sebagai Syajaratul Yakin atau Pohon
Keyakinan. Ibnu ‘Arabi menjabarkannya sebagai Asyajaratul Kaun atau Pohon
Kejadian. Cahaya ini memiliki nama agar mudah dikenali. Orang-orang Islam
menyebut-Nya dengan sebutan Allah. Di berfirman : “Allah adalah Cahaya bagi
langit dan bumi.” Nur Muhammad bukan Tuhan tapi juga bukan makhluk. Ia ada di
tengah-tengah antara keduannya. Namun dalam Martabat Wahidiyat ini, Nur
MUhammad lebih bersifat ketuhanan. Allah yang di sembah orang-orang hakikatnya
adalah Tuhan yang sudah menurunkan Diri, bukan Tuhan Sejati. Tuhan Sejati itu
adalah Dzat Mutlak atau Aku.
3. Martabat Wahidiyat.
Penampakan
atau tajalli Tuhan berikut ini adalah Martabat Wahidiyat. Pada martabat ini,
Nur Muhammad yang bernama Allah dan bersifat ketuhanan menurunkan Diri menjadi
Nur Muhammad yang bersifat kemakhlukan. Maka cahaya ini tidak lagi sebagai
Tuhan, namun sebagai makhluk yang masih berupa satukesatuan cahaya. Disinilah
terjadi proses pencitaan sebagaimana digambarkan oleh Ibn ‘Arabi dalam pohon
kejadian yang tidak pernah putus mengalir. Benih tersebut berasal dari Cahaya
Satu, dan Cahaya yang satu tersebut berasal dari Dzat-Nya.
Jadi,
jelaslah, benih-benih kejadian berasal dari Cahaya Tuhan. Setiap penciptaan
berasal dari-Nya. Setiap gerakan, tindakan, perkataan, pemikiran, angan-angan,
semuannya bermula dari benih tersebut. Tidak ada satu gerakan pun dari makhluk
yang lepas dari benih tersebut,sehigga Ranggawarsita menganggap semua makhluk
sebagai anak-anak Tuhan karena berasal dari benih-Nya.
Dalam
martabat ini pula Tuhan melahirkan Kehendak-Nya. Kehendak atau Iradat tersebut
Dia salurkan dalam setiap benih kejadian. Tumbuhlah benih tersebut menjadi akar
yang menjalar ke bawah. Akar atau Kehendak Tuhan inilah yang menjadi pondasi
setiap ciptaan, maka segala sesuatu memiliki akar kejadian yakni berada di
bawah kendari Tuhan dan terjadi atas kehendak-Nya.
Kehendak
Tuhan merupakan ketetapan yang pasti atau takdir. Tuhan menyimpan taikdir
tersebut di suatu tempat yang tersembunyi hingga tak satu pun yang
mengetahuinya, kecuali orang-orang tertentu yang Dia beri kekuasaan untuk
mengetahuinnya. Tuhan pun berfirman: “ Sesungguhnya Allah memiliki takdir
(ketetapan) terhada segala sesuatu.” Dengan takdir inilah benih tersebut tumbuh
keatas menjadi batang. Batang tersebut mampu tumbuh keatas karena memiliki
kemampuan atau kudrat yang berasal dari Kudrat-Nya. Semakin tinggi batang itu
naik hingga bercabang menjadi dua. Inilah sifat makhluk sejati, yakni bercabang
menjadi dua yang saling berpasangan. Tuhan membuat keadaan makhluk menjadi
berpasangan sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya. Dia memerintahkan agar
manusia mengenal dua sifat yang saling berlawanan ini, “Dan Aku menciptakan
laki-laki dan perempuan agar mereka saling mengenal satu sama lain.” Ini
menjadi petunjuk bagi manusia untuk tidak dalam penampakan kemakhlukan yang
memiliki dua pasangan. Manusia yang masih mengagungkan salah satu sifat
pasangan dan mengesampingkan sifat lainnya akan tersesat. Padahal dua-duanya
berasal dari-Nya. Inilah martabat yang bersifat kemakhlukan namun masih menjadi
satu dan belum terpisah-pisahkan. Semua kejadian makhluk masih berbentuk konsep
yang tersimpan rapi dan terjadi di sisi-Nya.
4. Alam Arwah.
Konsep
atau skenario Tuhan tidak akan berwujud nyata jika tidak dimasukkan kedalam
suatu wadah. Proses penampakan atau tajalli Tuhan berikutnya adalah menciptakan
wahana bagi kehendak-kehendak-Nya tersebut. Dalam martabat ini, Tuhan
menciptakan makhluk yang sangat halus yakni ruh. Ruh adalah sarana sebagai sumber
kehidupan. Ruh itu berasal dari Diri Tuhan. Mula-mula, Ruh tersebut masih satu
dan akhirnya terbagi-bagi menjadi banyak sekali. Bagian-bagian ruh tersebut
siap untuk mengisi tiap-tiap bentuk yang akan diciptakan-Nya kemudian.
5. Alam Misal.
Keberadaan
ruh sebagai sarana sumber kehidupan tidak akan berguna jika tidak ada suatu
yang dia masuki. Tuhan menciptakan beberapa bentuk ciptaan melalui proses
penurunan Diri. Dia mengambil Nur Muhammad sebagai bahan-Nya. Maka inilah
makhluk sejati, bukan Tuhan, karena berasal dari Nur Muhammad yang bersifat
kemakhlukan dan tidak berasal langsung dari Dzat Tuhan. Ciptaan dalam Alam
Misal ini berupa makhluk-makhluk halus atau gaib namun nyata bentuknya seperti
malaikat, jin, setan, jiwa, iblis, surga, neraka, dan sebagainya. Ruh-ruh
datang dan memasuki setiap bentuk gaib tersebut hingga hiduplah mereka.
6. Alam Ajsam.
Bentuk-bentuk
gaib pada Alam Misal di atas masih di rasa kurang sempurna. Maka Tuhan
menurunkan Diri dalam penampakan terluar berupa benda-benda jasmani. Maka
terlihatlah beragam materi dengan segala pernak-pernik didalamnya. Ini adalah
hijap atau diding penghalang yang paling besar untuk melihat Tuhan karena dalam
setiap materi tersebut dibungkus dengan syahwat. Kebanyakan manusia akan
tertipu dan sulit untuk kembali ke asal-usul dirinya apabila terlena oleh
penampakan fisik ini.
7. Alam Insan Kamil.
Pada
akhirnya, Tuhan menurunkan Diri menjadi manusia sempurna sebagai gambaran
Diri-Nya yang sempurna. Melalui manusia sempurna inilah Dia menikmati hasil
ciptaan-Nya. Maka manusia dibekali akal dan hati sebagai sarana kehadiran
Tuhan. Kelebihan utama manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah
kemampuan untuk menampung kehadiran Tuhan hingga menjadi wakil (khalifah)
bagi-Nya. Melalui manusia sempurna inilah harapan-Nya untuk mengenal dan
dikenal akan terlaksana.
AKAL
MANUSIA ADALAH SINGGASANA KEMAKMURAN-NYA
HATI
MANUSIA ADALAH SINGGASANA KEMULIAAN-NYA DAN
KEMALUAN
MANUSIA ADALAH SINGGASANA KESUCIAN-NYA.
Ketiga
bagian tubuh manusia ini menjadi sarana vital kehidupan, sebagai tempat hadir
Tuhan untuk menikmati keelokan hasil karya-Nya.
Hati (Qalb)
Dalam
konteks sufisme, yang dimaksud qalbu atau hati bukanlah pengertian secara fisik
yaitu segumpal daging yang berada dekat pusat atau liver, yang berfungsi untuk mengedarkan
darah. Bukan pula suatu yang beredar dalam dada seseorang. Ia bukanlah hati
yang merupakan organ intusi supra rasional yang berhubungan dengan lathifah
rabbaniyyah, yaitu sesuatu yang halus di dalam sosok manusia yang hakikatnya
hanya diketahui oleh Allah. Jadi, apa yang berdebar di dalam dada seseorang
yang acapkali didekap-dekap sambil dibisiki: “Hatiku, hatiku, hatiku,” menusut
terminologi sufi ia bukanlah merupakan hati sebenarnya.
Dikatakan
oleh Imam Ghazali bahwa hati (Qalb) mempunyai dua makna. Makna pertama ialah
hati sebagai bagian dari anggota tubuh manusia, serupa daging yang disebut
jantung, terletak di dalam rongga dada. Makna kedua ialah sebagai lathifah
rabbaniyyah yang merupakan daya kemampuan manusia yang diberikan Allah Swt. untuk
mengetahui, memahami dan menguasai seluk beluk sesuatu.
Itulah
sebabnya sering dinyatakan, bahwa di dalam tubuh manusia yang kecil ada sebuah
alam yang luasnya melebihi alam jagad raya ini, yaitu hakikatnya hati seorang
al’arif billah. Diriwatkan dalan hadis qudsi, Allah Azza wal Jalla berfirman :
“Bumi dan langit tidak akan mampu menampung-Ku, dan hanya hati orang-orang yang
beriman sajalah tempat-Ku bersemayam.”
Maka
ketika Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang di mana Allah berada, apakah di
bumi atau di langit. Jawab beliau, “Dia berada di hati hamba-hamba-Nya yang
berimam.”
Tentu,
keluasan makna ini merujuk kepada keadaan hati yang suci yang dimiliki oleh
golongan ‘arifin. Di mana hati yang suci itu bisa digambarkan laksana sebuah
negeri yang makmur dan subur, dihiasi taman yang penuh berkah, mata airnya tak
pernah keing, kenikmatannya tak pernah habis, dan pohonnya terus berbuah tak
mengenal batas musim. Dengan begitu, orang yang selalu memperhatikan kesucian
hatinya, menjaga dan memdidiknya dengan baik, maka rohnya akan tetap muda,
perasaannya lembut, dan penampilan pun akan ceria dan bergairah. Namun, hati
baru akan bisa tenang dan istiqomah manakala ia terus disirami dengan
percikan-percikan iman melalui amal ibadah yang mudawamah (tidak berkeputusan).
Dan juga hati itu akan lebih hidup manakala ia selalu berada dalam dzikrullah
dan mulazamah di dalam melakukan mujahadtrun nafsi, serta tekun melakukan
tazkiyah,yakni membersihkan hati dari segala kotoran dan penyakit hati.
Disamping itu, akan merasa sedih dan kecewa bila tidak mampu melaksanakan
hal-hal yang baik dan terpuji, dan juga akan menyesal manakala melakukan
hal-hal yang salah dan tercela.
Hakikat
hati nurani manusian adalah berasal dari nur Ilahiyah, sebagaimana dijelaskan
dalam firman-Nya, “Cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada cahaya
(nur)-Nya siapa saja yang Dia kehendaki.” (QS. An Nur:35)
Pendek
kata, sejahat apapun manusia yang selalu menuruti hawa nafsunya, namun dalam
hati nuraninya akan tetap jujur untuk menyadari kesalahan dirinya.
ZikirPeringkat Ahli Zikir
Menurut
Imam Ghazali ada dua tingkatan zikrullah. Pertama adalah tingkatan para wali
yang pikiran-pikiran seluruhnya terserap dalam perenungan akan keagungan Allah,
dan sama sekali tidak menyisakan lagi di relung hati mereka untuk hal-hal lain.
Terhadap zikir seperti inilah Rasulullah Saw. bersabda : “Orang yang bangun
pagi hanya dengan Allah di dalam pikirannya, maka Allah akan menjaga di dunia
ini maupun di akhirat.” Zikir pada peringkat ini adalah zikirnya orang-orang
yang sudah mencapai tingkat istiqamah dan mulazamah dalam zikrullah, dan ini
hanya bisa dicapai oleh orang-orang yang menduduki derajat kematangan dan
kesempurnaan iman, dimana hatinya senantiasa belum merasa tenang manakala ia
tidak mengingat Allah. Sehingga dalam (keadaan apapun) dan semua garak-geriknya
baik lahiriah maupun batiniah hati dan jiwa orang itu akan terus terkuasai
sebaik-baiknya. Dimanapun dia berada, hal itu tidak menghalanginya untuk
berzikir kepada Allah.
Adapun
peringkat yang kedua yaitu zikir golongan kanan (Ashabul Yakin), yakni
orang-orang yang saleh. Zikir mereka belum sampai membawa larut kedalam pikiran
tentang keagungan-keagungan Allah, melainkan tetap sadar diri. Tentang
peringkat dua zikir ini ada satu anekdot dari sufi klasik. Pernah seorang
mutasawwif bertanya kepada mursyidnya, seorang guru sufi terkenal, Abu Uthman
Al Hiri, “Aku berzikir dengan lidah, tetapi hatiku sulit bersatu dengan
zikirku” ia menjawab, “Bersyukurlah, bahwa salah satu anggota badanmu menaati
dan dibimbing kejalan yang benar. Barangkali hatimu kelak akan ikut juga, kelak
akan mendaki ke tingkat yang lebih tinggi.”
Memang
bisa dipahami bahwwa amaliah zikir bagi kelompok khawas, elit rohani yang
terbatas jumlahnya, memungkinkan mereka itu hidup berkekalan dalam zikir yang
sempurna. Berbeda dengan orang awam, agama tidak memberatinya mereka hanya
diajak berzikir sebatas kesanggupannya. Zikir bagi orang awam dapat dilakukan
dimana saja, pada saat apa saja, tanpa dibatasi pada waktu-waktu shalat atau pada
tempat suci tertentu saja. Yang penting, zikir dapat diupayakan terus menerus,
pagi, siang, sore, malam, duduk, berdiri. Namun perlu disadari oleh siapapun
bahwa suatu zikir baru bisa efektif bia hati orang yang berzikir benar-benar
menghayati kalimat-kalimat yang keluar dari lisannya. Sayangnya, yang banyak
dijumpai adalah lisan berzikir tapi hatinya lalai, zikir cukup di lisan saja
tanpa disertai oleh hatinya. Sehingga tidak sedikit orang mengamalkan zikir
bertahun-tahun tapi tidak membekas didirinya. Meskipun itu jauh lebih baik dari
pada orang yang tidak melakukan zikir. Sebab orang yang tidak melakukan zikir
termasuk golongan ghafilun, orang-orang yang lalai.
Dalam
Quran Al ‘Ankabut ayat 45 menerangkan :
“Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah
shalat.Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar.Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Rasulullah
Saw. bersabda : “Hendaknya lisanmu selalu basah karena berzikir kepada Allah
Ta’ala.” Jadi, alangkah baiknya seorang mukmin mau melatih lisan dan hatinya
untuk selalu mengingat Allah, meski di tengah kesibukan duniawi tetapi tetap
perhatiannya selalu terpusat pada zikrullah.
Lambat
laun, bila hati seorang hamba Allah sudah diliputi keinginan untuk mencapai
kemuliaan yang hakiki, maka zikir kepada Allah akan senantiasa tumbuh dan
lestari dalam hati itu. Amaliah zikirnya yang penuh konsentrasi dan kekhusyu’an
sehingga benar-benar meresap ke dalam hati, akan senantiasa menuntun jiwa orang
itu kepada rasa cinta yang tinggi kepada Allah Swt. Dan bila perasaan cinta
(mahabbah) itu telah mengendap di dasar lubuk hati seorang abid, dan menghujan
kuat dalam benaknya maka jiwa orang itu akan selalu berbunga-bunga karena
kedekatannya dengan Allah yang telah menjadi kecintaannya. Dan siapa saja yang
telah menemukan sinar mahabbah, tentu akan nampak tanda-tandanya, yaitu hati
orang itu akan selalu rindu dan semakin senang berzikir kepada-Nya.
Allah
telah menyuruh orang-orang yang beriman untuk selalu berzikir, mendekatkan diri
kepada-Nya denga rasa cinta, kepasrahan dan penuh kedamaiaan, sebagaimana dalam
firman-nya, “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi
dan petang” (QS Al Ahzab: 41-42)
Dan
juga disebutkan bahwa semua makhluk bertasbih kepada Allah, dan mereka
melakukan zikir dengan cara tertentu. (QS. Al Ankabut:63) Kemudia ditegaskan
pula bahwa apa pun yang dibisikan oleh hati seseorang Allah mengetahuinya, dan
Dia selalu lebih dekat kepada manusia dari pada urat nadi sendiri. (QS.
Qaaf:16) Tentu saja, kedekatan ini bukan berarti dekat jarak, karena sama
sekali Allah tidak dibatasi oleh suatu jarak dan waktu.
Zikir
meskipun bukan hukum fardhu, namun sangat dianjurkan dalam islam. Disebabkan
keutamaan yang terkandung di dalam zikir sangatlah besar, terutama untuk
menngkatkan kedekatan dan kecintaan kepada Allah Swt. Apalagi ketika dunia
modern dewasa ini sudah menjadi terlalu rasional dan cenderung materialis,
sehingga manusia merasakan penat dan ingin kembali ke hal-hal yang religius
untuk mereguk rasa keagamaan yang hakiki. Dan itu bisa ditemukan oleh
orang-orang yang hati mereka tenggelam dalam kekhusyu’an zikrullah. Sebagaimana
yang telah dijanjikan Allah, “ Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tentram.”(QS. Ar Ra’ad:28)
Manusia
akan menemuan tingkat kedekatan dengan Allah selagi ia terus menerus berada
dalam zikir, dan terus-menerus menghindari dari segala sesuatu yang bisa
melupakan Allah. Karena zikir dapat menjadi penghubung antara hamba dengan
Tuhan, dan merupakan kunci pembuka tabir yang menutupi hubungan hamba dengan
Tuhan. Tabir yang disebabkan kekotoran hati manusia dapat di sucikan dengan
alat penyuci zikrullah, sehingga terbukalah tabir hijab, dan hati menjadi dekat
dengan Tuhan .
Rasulullah
Saw. bersabda : “Bahwasannya bagi tiap-tiap sesuatu itu ada alat untuk
menyucikan, dan alat untuk menyucikan itu ialah zikrullah.”
Dalam
hadis lain disebutkan : “Janganlah kamu memperbanyak pembicaraan tanpa ngat
kepada Allah Swt. Sesungguhnya banyak pembicaraan tanpa mengingat Allah akan
menimbulkan kesesatan hati, dan sesungguhnya sejauh-jauh manusia dari Allah
adalah hati yang sesat.”
Zikir
merupakan tiang yang kuat di jalan menuju Allah, juga sebagai langkah utama di
jalan menuju cinta kepada-Nya. Sebab, orang tak dapat mencapai rasa cinta,
tanpa mengingat-Nya terus menerus. Orang yang beriman dan cinta kepada Allah
hatinya selalu dihiasi dengan zikrullah, karena zikir alah telah dijadikan
santapan bagi jiwa mereka
Wasiat Al-Ghazali
Ketika Imam Ghazali pergi ke Rahmatullah pada hari Senin,
14 Jumada al-Tsani 505 H, tepatnya 18 Desember 1111M, dalam usia ke 53. Dan
Ahmad saudara Al Ghazali menghubungkan fajar dari hari meninggalnya Al Ghazali.
Ia berwudh dan berkata : “Bawakan kain kafanku!” kemudian ia mengambilnya dan
menciumnya serta meletakkan di depannya kemudia Al Ghazali berkata : “Dengan
senang hati saya memasuki Kehadirat Kerajaan.” kemudian ia memasuki tempat yang
siapapun tidak boleh memasukinya. Saat mereka masuk, didapati Al Ghazali sedang
menghadap kiblat dan sudah memakai kain kafannya, serta di atas kafannya
terdapat selembar kertas yang berisi syair-syair. Menurut Margareth Smith
M.A,Ph.D penulis biografi Al Ghazali dalam bukunya. Dan salah satu syair itu
yakni :
Katakanlah kepada teman-temanku, saat mereka melihatku mati.Mencucurkan air mata padaku, berduka cita atas dalam duka.Jangan percaya, mayat yang kau lihat adalah aku.Dengan Nama Allah, kukatakan kepadamu, mayat itu bukan aku.Aku adalah Ruh, badan ini tidak ada apa-apanya, cuma daging.Jasad itu, tempat tinggal pakaian sementaraku.Aku adalah pusaka, dan badan ini hanya kulit penjaga.Dihiasi debu, melayaniku sebagai tempat keramat.Akulah mutiara, yang ditinggalkan kulit di padang pasir.Akulah narapidana, yang menghabiskan waktu dalam duka.Akulah burung, dan jasad ini adalah sangkarku.Tatkala aku bebas terbang, ada bekas ku tinggalkan.Segala puji bagi Tuhan, yang telah melepaskanku, bebas.Ia persiapkan tampatku, di surga tertinggi.Hari ini aku mati, setelah aku hidup di tengah-tengahmu.Kini aku hidup dalam kebenaran, dengan kafan yang terbuang.Hari ini aku dapat berbicara dengan orang suci di atas sana.Sekarang tanpa penghalang aku berhadapan melihat Tuhan.Aku melihat lembaran, dan disitu ku baca isinya.Semuanyan ada padanya, yang hilang, sedang dan akan terjadi.Biarkan rumahku hancur, letakkan sangkarku di atas tanah.Lemparkanlah jasad, sebagai bukti, tidak lebih dari pada itu.Lepaskan jubahku, karena itu hanyalah pekaian luarku.Tempatkan semuanya di kuburan, biarkan, agar terlupakan.Aku telah melalui jalanku, kau akan menyusul kemudian.Tempat tinggalmu bukan tempat tinggalku.Jangan kau kira, mati adalah mati, bukan, tetap hidup.Hidup yang melampaui semua yang di impikan disini.Selagi di dunia, kita hanya bisa tidurMati, lebih dari sekedar tidur, ialah tidur yang dipanjangkan.Jangan takut saat mati menghampiri mendekatimu.Mati hanyalah suatu awal menuju rumah yang di berkati.Pujilah kelembutan-Nya dan datanglah jangan takut.Apa yang ku alami, akan kau alami.Sepengetahuanku, engkau juga seperti aku.Seluruh jiwa manusia berasal dari Tuhan.Raga mereka semuanya tersusun serupa.Baik dan buruk, bergembiralah sekarang.Semoga kedamaian Tuhan dan kesenangan abadi menyertaimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar