Kamis, 21 Juni 2012

ajaran_syech_siti_jenar_bagian_5

Sikap sebelum Meditasi Panelangsa
Tingkat pertama dalam kaweruh Manunggaling Kawula Gusti 
by Kandjeng Pangeran Karyonagoro, 2005

Sikap Bersila
Bersila adalah sikap tubuh yang cocok untuk meditasi panelangsa yang diadakan pada waktu subuh karena dengan cara dan waktu yang paling alami.  Sikap tubuh dalam keadaan posisi yang sama berkemungkinan terhubung dengan aliran energi yang besar bilamana saluran di antara sudah lancar.


Peran Sedulur Papat

Sebagai permulaan untuk mencapai tingkatan yang khusus adalah menghubungkan kesadaran dengan sedulur sebagai yang utama dalam meditasi panelangsa.

Posisi Bagian Badan

Posisi tulang punggung tegak lurus, leher dan kepala agak miring ke kiri dalam satu garis tegak lurus selama meditasi panelangsa, yang telah diajarkan merupakan posisi yang paling menguntungkan dalam serat…(secret). Karena aliran keagungan suci turun langsung pada abhyasi dalam sikap tubuh demikian. Di dalam cara atau praktek, tidak menuntut untuk mencapai tingkat tersebut.
Biasanya, dianjurkan untuk bersila sewajarnya dengan sikap tubuh yang enak.  Selain itu adalah mengambil posisi tulang punggung tegak lurus, sering ditemukan memberikan jalan secara otomatis. Perlahan-lahan posisinya jatuh ke depan, sebagai bentuk timbulnya sesuatu penyerapan energi alam. Dengan demikian, posisi dan sikap alamiah membuka peluang untuk mencapai tingkat keadaan sejati yang lebih tinggi. Mata melihat pucuk hidung, tarik nafas pelan ucapkan dalam bathin, “HU” dan hembuskan “Allah”.

Waktu meditasi Panelangsa

Sebaiknya bersila saat subuh untuk meditas panelangsa atau mencari jam tertentu yang cocok dengan anda. Jangan merasa terganggu dengan hal-hal di luar tetap sibuk dengan pekerjaan sendiri, pikirkan bahwa sedang menolong untuk merasakan kebutuhan akan penyerapan yang lebih besar di dalam praktekmu.
Baik untuk meditasi, antara jam 2 dan jam 4 pagi karena itulah saat yang paling baik selama 24 jam. Laku bathin mutlak harus dilakukan, karena tanpa laku bathin terpusat di hati (bukan konsentrasi pikiran yang menegangkan), maka hanya akan mengerti sebatas wacana tetap tidak mengkhayati.Tuhan hanya dapat diabdi dengan cinta dalam perbuatan nyata, tidak dalam pikiran. Hanya dengan perbuatan belas-kasih sejati Tuhan dapat memperoleh rasa dan tingkat pemanfaatan dalam tuntunan meditasi panelangsa. Sebagai pengandaian, untuk memproleh prestasi di satu jenis/bidang olahraga sangat diperlukan ketekunan latihan. Begitu pula adanya ketekunan bathin yang diperlukan untuk dapat menanggapi kasih-Nya, diawali dengan senyum, sikap rileks untuk menghilangkan ketegangan dari tubuh dan pikiran. Tanpa memaksakan diri untuk menyadari kehadiran-Nya, sikap percaya dan berserah diri adalah manunggal dengan Tuhan dan diandaikan sebagai hak dan kewajiban. Ketika kewajiban terpenuhi dengan baik, pasti haknya akan diperoleh.
Apabila percaya kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh, mengarahkan hati sejati kepada-Nya yang diungkapkan dengan perbuatan baik penuh welas asih, maka orang akan dengan tegar dapat menerima setiap keadaan tanpa harus melawan dengan memaksakan kehendak. Segala sesuatu yang negatif dari luar dirinya diterima dengan senyum sebagai hiburan, karena percaya bahwa kuasa welas-asih dan katresnan Dalem Gusti yang berkarya, diiringi dengan ucapan syukur.
Tidak ada rasa iri hati, sombong, takut, kuatir, tegang ataupun dihantui rasa bersalah karena melainkan percaya Tuhan pasti akan mengatur dan memberikan kesejahteraan sejati bagi hidupnya.  Demikian juga ketika berdoa memohon kepada-Nya, yakin segala permohonan telah dikabulkan.
Rahayu…rahayu…rahayu…

Gugah Rasa, sebelum Meditasi – Tk. I Manunggaling Kawula Gusti

ditulis oleh:  Kandjeng Pangeran Karyonagoro, 2005
Gugah Rasa, Sebelum melakukan meditasi panelangsa, pada tingkat pertama Manunggaling Kawula Gusti
Dalam ajaran Manunggaling Kawula Gusti ada istilah gugah rasa, ini di lakukan sebelum Meditasi Panelangsa (tingkat 1 ». semua ada 9 tingkat di dlm ajaran manunggaling kawula gusti ). Karena konsekuensi dunia material cenderung meningkat, sedang kaweruh spiritual orang jawa kian gersang. Kita mencoba untuk memahami kembali Puasa sebelum gugah rasa sebelum memulai meditasi panelangsa, bagi orang jawa yg dapat memberikan pencerahan spiritual tingkat tertinggi dengan berbagai spirit yang penuh dengan kesakralan dan religiusitas. Hakikat Puasa menurut “ Wulang Reh “.
Sri Pakubuwono IV telah memberikan wewaler, peringatan, pada anak cucunya untuk pengekangan nafsu. Peringatan itu tertuang dalam karyannya. Serat Wulang Reh, yang di tulis pada hari ahad kliwon, wuku Sungsang, tanggal ke-19, bulan besar, mongso ke-delapan, windu sancaya dan di beri sengkalan: Tata-guna-Swareng-Nata (1735), bergelar: Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono Senopati Ing Ngalogo Abdur Rahman Sayyidin Panotogomo IV. Nama kecilnya adalah Bandoro Raden Mas Gusti sumbadyo, Putra Pakubuwono III dengan Kanjeng Ratu Kencana.Dalam pupuh II Tembang Kinanthi ia menulis: “Podho Gulangen Ing Kalbu, Ing Sasamita Amrih Lantip, Ojo pijer mangan nendra, ing kaprawiran den kesthi, Pesunen sariraniro , Sudanen dhahar lan guling. (Wahai, asahlah di dalam hatimu biar tajam menangkap isyarat isyarat ghaib. jangan terlalu banyak makan dan tidur, kurangilah hal tersebut, cita citakan kaprawiran “ keluhuran budi “, agar bisa mengekang diri) “.
Inti yang cepat di tangkap dari wejangan ini menyangkut pada pengendalian diri dan cara yang harus di tempuh adalah dengan berpuasa. Hakekat Puasa adalah pengekangan diri, karena alam duniawi banyak memberi godaan.  Silau dengan kemewahan, apalagi kalau sedang mendapat suka cita yang berlebihan, “ Maka kaprayitnan batin (kewaspadaan  akan terkurangi.
Manusia akhirnya akan terbelenggu nafsunya. Nafsu yang bersumber dari dirinya sendiri.Nafsu merupakan sikap angkara yang dalam Wulang Reh di sebutkan terdiri dari 4 macam , yaitu :
  1. Lawwamah, Bertempat di perut, lahirnya dari mulut ibarat hati bersinar hitam. Akibatnya bisa menimbulkan dahaga, kantuk dan lapar.
  2. Amarah, artinya garang bisa menimbulkan angkara murka, iri dan emosional. Ia berada di empedu, timbulnya lewat telinga bak hati bercahaya merah.
  3. Sufiyah, Nafsu yang menimbulkan birahi, rindu, keinginan dan kesenangan. Sumber dari Limpa timbul lewat mata bak hati bercahaya kuning.
  4. Muthmainah, Berarti rasa ketentraman. Punya watak yang senang dengan kebaikan, keutamaan dan keluhuran budi. 
Nafsu ini timbulnya dari tulang, timbul dari hidung bagai hati bersinar putih Lelaku Puasa. Ritualnya di mulai dengan reresik raga (membersihkan badan). Badan harus bersih dari kotoran dunia, caranya dengan siram jamas (mandi besar). Kalau perlu menggunakan kumkuman ( rendaman ) bunga lima warna, Mawar, Melati, Kenanga, Kanthil putih, Kanthil kuning.

Doa untuk Mandi

Waktu mandi membaca doa “Ingsun Adus Ing Banyu Suci, Kang adus badan sejati, Kakosokan nyowo sejati, Amulyaaken kersane Pangeran (Aku mandi di air suci, Yang mandi badan sejati, membersihkan nyawa sejati, memuliakan takdir Illahi.

Jam Puasa

Lelaku, jangka waktu puasa ini sehari semalam yang di mulai pukul 17.00 WIB di akhiri pukul 17.00 WIB. lelaku puasa yang lebih bersifat khusus. Jangka waktunya 3 hari.
Keistimewaan terletak pada nilai amalannya. Seseorang yang melakukan puasa dina dulur ini, nilai amalannya hampir sama dengan puasa 40 hari.
Keistimewaan lain adalah terletak pada mustikanya. Tiga weton dan buang sengkala. Ritual Puasa dina dulur ini selama 3 hari, dan harus tepat pada hari Selasa Kliwon, Rabu Legi dan Kamis Pahing.
Tentu saja ini dari hitungan kalender jawa, atau umumnya dalam satu bulan terdapat 3 hari yang berurutan ini. Tinggal kita saja yang menentukan ada kesiapan atau tidaknya niatan yang mantap untuk menjalankan lelaku puasa khusus ini.Jangka waktunya juga sama dengan waktunya puasa puasa kejawen lainnya. Dimulai (sahur) pada pukul 17 WIB di akhiri (Berbuka) pada pukul 17 WIB hari berikutnya. Demikian juga kesiapan jiwa raga seseorang yang hendak berpuasa.

Siram Jamas (Mandi Besar)

Di pagi harinya, sebelum meditasi panelangsa wajib melakukan pembersihan diri dengan cara “siram jamas “ (mandi besar) lebih baik kalau menggunakan kumkuman (rendaman) bunga setaman yang baru di beli di pasar. Cara mandi jamas ini tidak boleh sembarangan.
Rendaman bunga yang tercecer itu harus di kumpulkan dan di larung (di buang) di sungai. Hal ini di dasarkan pada “sengkala” ( nasib buruk/dosa dosa ). Termasuk sifat buruk dan nafsu dalam diri manusia harus harus di buang jauh. Larung di maknakan di buang jauh. Sedangkan sungai (muaranya menuju lautan bebas ) sebagai simbol dunia luas dan tak terbatas.

Bubur Lima Warna

Bubur Lima Warna. Akan lebih sempurna bila dalam ritual larung ini di sertakan sesajen berupa bubur lima warna. (1) Hitam, (2) putih, (3) Merah, (4) Kuning dan (5) merah di beri titik putih. Lima warna ini berarti menghormat pada “Keblat Papat Limo Pancer “.  (Keblat 4 5 bumi tempat berpijak ).
Hitam berada di utara,
merah di selatan,
kuning bertempat di barat dan
putih berada di timur.
Khusus Filosofi bubur merah bertitik putih, sebenarnya di artikan penghormatan kepada orang tua. Bisa juga sesepuh (leluhur kita) baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal. Namun dalam khasanah kiblat tadi di maknakan pancer.
Tentang bubur lima macam ini bisa kita kaitkan dengan simbolisasi bunga lima warna. Dan semua unsur ini di maksudkan sebagai pelengkap sebelum melakukan puasa dino dulur. tetapi jauh di balik ini semua unsur itu sebagai pendukung (kekuatan batin) dalam melaksanakan puasa. Sekaligus penguat dan peneguh iman seseorang dalam menjalankan ritual puasanya. Saudara-Saudara Halus/Sedulur papat kalimo pancer.

Saudara Empat

Orang Jawa tradisional percaya eksistensi dari sedulur papat (saudara empat) yang selalu menyertai seseorang dimana saja dan kapan saja, selama orang itu hidup didunia. Mereka memang ditugaskan oleh kekausaan alam untuk selalu dengan setia membantu, mereka tidak punya badan jasmani, tetapi ada baik dan kamu juga harus mempunyai hubungan yang serasi dengan mereka yaitu :
Kakang kawah, saudara tua kawah, dia keluar dari gua garba ibu sebelum kamu, tempatnya di timur warnanya putih.
Adi ari-ari, adik ari-ari, dia dikeluarkan dari gua garba ibu sesudah kamu, tempatnya di barat warnanya kuning.
Getih, darah yang keluar dari gua garba ibu sewaktu melahirkan, tempatnya di selatan warnanya merah
Puser, pusar yang dipotong sesudah kelahiranmu, tempatnya di utara warnanya hitam.
Selain sedulur papat diatas, yang lain adalah Kalima Pancer, pancer kelima itulah badan jasmani kamu. Merekalah yang disebut sedulur papat kalimo pancer, mereka ada karena kamu ada. Sementara orang menyebut mereka keblat papat lima tengah, (empat jurusan yang kelima ada ditengah ).

Mar dan Marti

Mereka berlima itu dilahirkan melalui ibu, mereka itu adalah Mar dan Marti, berbentuk udara. Mar adalah udara, yang dihasilkan karena perjuangan ibu saat melahirkan bayi, sedangkan Marti adalah udara yang merupakan rasa ibu sesudah selamat melahirkan si jabang bayi. Secara mistis Mar dan Marti ini warnanya putih dan kuning, kamu bisa meminta bantuan Mar dan Marti hanya sesudah kamu melaksankan tapa brata (laku spiritual yang sungguh-sungguh) mereka itu selalu bersama kamu, menjaga kamu dimanapun kamu berada. Mungkin kamu tidak menyadari bahwa mereka itu menolongmu dalam setiap saat kegiatanmu, mereka akan senang, bila kamu memperhatikan mereka, mengetahui akan keberadaan meraka. Adalah bijaksana untuk meminta mereka supaya berpatisipasi dalam setiap kegiatan yang kamu lakukan. Dalam batin, kamu mengundang mereka, misalnya :

Saya Juga Hidup

Semua saudara halusku, saya mau meditasi panelangsa, bantulah saya ( ewang-ewangono ) artinya mereka itu akan membantumu, sehingga kamu di bantunya ,Tetapi kamu jangan meminta partisipasi mereka pada waktu kamu mau tidur, untuk hal itu kamu harus berkata: saya mau tidur lindungilah saya (reksanen) pada waktu saya tidur, kalau ada yang mengganggu atau membahayakan, bangunkanlah saya, sambil membaringkan badan ditempat tidur sebelum menutup mata, dengan meletakkan tangan kanan didada, menyentuh jantung, katakanlah : “saya juga hidup “.
Dengan mengenali mereka artinya kamu memperhatikan mereka dan sebaliknya mereka pun mengurusi kamu. Kalau kamu tidak memperhatikan mereka, mereka tidak akan berbuat apapun untuk menolongmu, mereka mengharap supaya secepatnya kamu kembali ke asalmu,  supaya mereka itu secepatnya terbebas dari kewajibannya untuk mendampingimu. Ketika kamu kembali ke alam kelanggengan, mereka juga akan pergi dan berharap diberi kesempatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dilahirkan sebagai manusia dengan jiwa dan raga dalam hidup baru mereka di dunia.

Weton

Weton adalah peringatan hari lahir seseorang yang terjadi setiap 35 hari sekali. Untuk orang Jawa tradisional mengetahui wetonnya itu penting dan harus diingat kapan wetonnya itu, dengan mengetahui tanggal, bulan, tahun kelahiran seseorang bisa ditentukan hari wetonnya.
Pada saat weton biasanya akan dibuat semacam sesaji sederhana yang berupa secawan bubur merah putih dan satu gelas air hangat. Pemberian ini adalah untuk saudara-saudara halus, dengan mengatakan: ini untuk semua saudara halusku, aku selalu ingat kamu, mengenali kamu, maka itu bantulah dan jagalah aku. Sesaji sederhana ini juga untuk mengingatkan dan bersyukur kepada ibu dan ayah, karena melalui merekalah kamu dilahirkan dan hidup di dunia ini.

Doa untuk Tidur

Selanjutnya untuk mengingat dan menghormati para leluhur dan yang paling penting untuk mengingat dan memuji Sang Pencipta , Tuhan Yang Maha Kuasa. Cara yang lengkap untuk menyebut saudara-saudara halus tersebut adalah: Mar marti, kakang kawah, adi ari-ari, getih puser sedulur papat, kalimo pancer .- Bantulah saya – Jagalah saya pada waktu saya tidur.

Ingat Selalu

Sebaliknya kamu menyebut nama mereka dengan lengkap sehingga kamu menjadi biasa dengan mereka (jumbuh) misalnya untuk beberapa bulan. Sesudah itu kamu boleh memanggil mereka semua:  saudara halusku. Tetapi pada saat kamu berdoa atau meditasi, kamu menyebut dengan nama lengkap, juga pada saat kamu memberikan sesaji untuk mereka, katakanlah nama mereka satu demi satu. Kamu hendaknya tahu bahwa kakang kawah dan adi ari-ari adalah yang paling banyak membantu kamu. Kakang kawah selalu berusa dengan sebaik-baiknya supaya semua keinginan dan usahamu terealisir sedangkan adi ari-ari selalu berusaha menyenangkan kamu.
Oleh karena itu pada saat kamu akan melakukan hal yang penting atau sebelum berdoa, sesudah menyebutkan nama lengkap mereka satu persatu, ulangi lagi dengan menyebut kakang kawah dan adi ari-ari untuk membantumu.

Sesaji untuk Saudara Empat

Selain memberikan sesaji kepada saudara-saudara halus kamu bisa menyucikan diri, antara lain dengan cara berpuasa selama 24 jam, hanya makan buah dan sayuran; makan nasi putih dan minum air putih; tidur sesudah tengah malam atau tidak tidur sama sekali dan lain-lain. Ada juga yang melakukan selama tiga hari berturut-turut, yaitu satu hari sebelum weton, pada saat weton dan sehari sesudah weton yang disebut Ngapit.
Dengan selalu meminta partisipasi dari saudara-saudara halusmu, ini berarti kamu aktif secara lahir maupun batinYang melakukan sesuatu itu bukan hanya aku, tetapi Ingsun yaitu aku-lahir, luar (jobo) bersama dengan aku dari batin (jero). Maka itu orang Jawa yang mau melakukan hal penting berkata : Niat Ingsun. Dengan melakukan laku gugah rasa sebelum melakukan meditasi panelangsa , supaya hidupnya selamat dan sejahtera,dan untuk penghayatan ilmu sejati dlm taraf dasar Manunggaling kawula Gusti. Rahayu

Kendala Meditasi bagi Pemula

tulisan oleh Kandjeng Pangeran Karyonagoro, 2005
Memulai meditasi bukanlah hal mudah, karena banyak kendala yang harus dihadapi. Namun begitu, tak semestinya kita segera menyerah kalah. berikut ini akan membantu mempermudah Anda melakukan meditasi.
MEDITASI kini semakin banyak diminati orang. Kelompok-kelompok yang secara teratur menjalankan meditasi semakin banyak bermunculan. Meditasi memang bermanfaat bagi kesehatan. Mempraktekkan meditasi dengan baik bisa membuat semua organ tubuh bergerak dan berfungsi dalam keadaan seimbang, serta bekerja dengan lebih teratur. Meditasi pun membuat seseorang mengalami relaksasi, karena itu sangat efektif untuk mengusir stress.
Persoalannya adalah, bagaimana cara melakukan meditasi dengan baik? Inilah pertanyaan penting yang perlu dijawab dengan mempraktikkan beberapa tip berikut ini.

Matikan rasa pengaruh yg ada di luar

Pergi ke gunung agar bisa melakukan meditasi dengan tenang tidak akan membantu bila Anda masih membawa hand phone atau televisi. Memilih tempat yang sunyi agar terlindungi dari berbagai gangguan memang penting, tetapi kesiapan Anda untuk tidak terganggu itu lebih penting. Bila hendak melakukan meditasi, tutuplah hasrat untuk berhubungan dengan semua yang ada di luar diri Anda. Lalu tutup pintu dan tutup mata Anda. Lupakan sejenak semua permasalahan yang ada.
Menutup hasrat berhubungan dengan dunia di luar diri Anda selama meditasi juga memberikan efek psikologi yang luar biasa. Itu bisa membantu Anda untuk bersikap tenang dan tidak langsung melompat begitu mendengar bunyi telepon. Atau, langsung keluar ruangan meditasi begitu ada yang berbicara. Bagi Anda yang telah berkeluarga, sebaiknya lebih dulu mengatur keperluan rumah tangga dan kebutuhan seluruh anggota keluarga agar Anda bisa bebas dan merasa tenang bermeditasi.

Manunggal rasa dalam diri

Selanjutnya, pasrahkan diri kita sepenuhnya dalam proses meditasi. Biarkan orang-orang di sekitar Anda tahu bahwa ini merupakan kegiatan yang penting dan rutin bagi Anda. Dengan begitu, mereka pun akan belajar menghargainya. Pastikan agar mereka mengerti bahwa selama menutup diri melakukan meditasi, Anda diganggu.
Sebaiknya Anda memiliki tempat khusus untuk bermeditasi. Pastikan tempat itu bersih dan bagus sirkulasi udaranya. Tempat khusus yang suasananya tenang akan sangat membantu, terutama di awal-awal proses meditasi. Usahakan pula agar jangan berpindah-pindah tempat.
Walaupun demikian, bukan berarti Anda tidak boleh melakukan meditasi di tempat yang lain. Anda bisa melakukannya di mana saja, seperti di dalam bis, di mobil, bahkan di alam terbuka. Namun medan energi meditasi akan cepat terbentuk bila Anda melakukannya di tempat yang sama. Dengan demikian, Anda akan lebih mudah mencapai ketenangan ketika memasuki ruangan tersebut.

Perlu latihan Konsentrasi

Jika Anda tidak berkonsentrasi ketika bermeditasi, janganlah putus asa. Jangan pula merasa gagal dalam bermeditasi. Sebab dalam meditasi tidak ada istilah gagal, yang ada hanyalah masalah ‘jam terbang’. Ingatlah, bukan hanya Anda yang mengalami perasaan gagal. Semua orang, bahkan para guru besar meditasi pun pada awalnya juga mengalami berbagai kesulitan yang sama dengan Anda.
Pikiran kacau, rasa gatal, rasa panas dingin, bagi para pemula adalah hal yang biasa. Ini adalah proses yang harus Anda lewati. Cara menanggulanginya, sebutlah nama Tuhan sesuai dengan kepercayaan Anda. Sebutlah berulang-ulang.

Waktu yg Baik untuk Meditasi

Anda dapat melakukan meditasi setiap saat, namun saat sandhya (matahari terbit dan terbenam) merupakan waktu yang terbaik. Tetapkan waktu meditasi Anda. Lalu sampaikan kepada teman-teman dan seluruh anggota keluarga agar tidak menggangu Anda pada jam-jam tersebut. Biasanya para praktisi meditasi selalu melakukan meditasi pada waktu-waktu tertentu. Dengan demikian, jika waktu tersebut tiba, secara otomatis mereka akan merasakan adanya keinginan untuk melakukan meditasi.

Jadwal Meditasi

Meditasi setidaknya dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan petang. Meditasi pada pagi hari berguna untuk memberikan semangat untuk memulai hari. Sedangkan meditasi pada malam hari berfungsi untuk menimbulkan relaksasi dan membantu mengurai ?benang kusut’ yang terbentuk dalam pikiran Anda serta mengubahnya menjadi ?sulaman yang indah’. Dengan demikian, Anda dapat tidur dengan nyenyak dan tidak diganggu oleh mimpi buruk.

Para pemula seringkali mengalami kesulitan mengatur waktu yang tepat untuk meditasi. Untuk mudahnya, terlebih dahulu periksalah rutinitas Anda sehari-hari, lalu cari waktu yang paling cocok untuk Anda. Bila Anda telah menetapkan waktunya, maka tegakkanlah disiplin.

Jika seseorang memiliki keinginan tulus untuk mengeksplorasi tingkatan dan kedalaman meditasi, penting baginya untuk menciptakan kebiasaan untuk bermeditasi tanpa terlewatkan. Sebab meditasi dapat diibaratkan sebagai rantai yang indah. Setiap kali melakukan meditasi, kita menambahkan satu buah mata rantai. Dalam jangka panjang, hasilnya adalah suatu untaian rantai yang kuat dan bermanfaat. Namun jika sering kita tinggalkan, maka kita akan kehilangan mata rantai. Untuk menguatkan mental, usahakan untuk tidak melewatkan waktu meditasi.

Karena itu, meski situasinya darurat, usahakan untuk tetap melakukan meditasi walau hanya beberapa saat. Pada awalnya memang sulit, tetapi lama kelamaan akan menjadi kebiasaan, seperti mandi. Anda pasti akan mampu melakukannya tanpa perlu membuat banyak pertimbangan.

Para meditator yang berpengalaman, biasanya dengan sendirinya mengurangi pengurangan waktu tidur, karena bisa juga berfungsi sebagai istirahat secara fisiologis. Dengan demikian, mereka mendapat tambahan waktu 1-3 jam yang bisa digunakan untuk melakukan meditasi atau untuk melakukan aktivitas lainnya.

Pengembangan Wawasan tentang Meditasi

Carilah teman yang juga melakukan praktek meditasi. Anda juga bisa membaca buku-buku spiritual dari orang yang berkualitas tinggi dalam hal spiritual. Waktu terbaik untuk membaca adalah setelah melakukan meditasi. Karena saat itu pikiran kita menjadi jernih dan tenang. Pengalaman orang-orang yang berhasil melewati rintangan dalam bermeditasi juga akan banyak membantu untuk lebih mempersiapkan diri dan mental Anda.

Sebelum melakukan meditasi, ada baiknya Anda melakukan pemanasan dan peregangan untuk mengendorkan otot dan melancarkan peredaran darah. Meditasi dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk, bahkan berbaring. Namun pastikan tulang punggung Anda tegak. Bukan tegak ala militer, tetapi tegak maksimal menurut Anda.

Perhatian pada Sikap, Posisi dan Sifat

Jika kita melakukan meditasi dengan posisi baik, akan ada aliran energi tulang belakang yang mengarah ke atas. Sedangkan duduk dengan postur yang tidak tegak seperti membungkuk atau menekuk ke belakang, hanya akan menghambat aliran energi, mengganggu napas, dan membuat Anda mudah mengantuk.

Jadi, penting sekali untuk duduk setegak mungkin. Beberapa orang bisa terbantu meditasinya dengan meletakkan bantal kecil sebagai alas, karena dapat mengurangi tekanan pada lutut dan menghasilkan postur yang lebih baik dengan meninggikan tulang punggungnya. Permukaan lantai yang rata dapat membantu membentuk posisi ini.

Bila Anda duduk bermeditasi, pastikan Anda duduk dengan nyaman, sehingga pikiran bebas berkonsentrasi pada proses meditasi. Jika duduk di atas karpet, bantal tipis, atau selimut yang dilipat dirasa kurang nyaman, dapat dicoba duduk di atas kursi.

Perhatian pada isi Perut

Setelah makan, Anda akan merasa malas dan mengantuk. Ini disebabkan tubuh sedang memusatkan energi pada proses pencernaan. Sebaiknya pada saat seperti ini Anda tidak melakukan meditasi, karena energi yang menuju ke otak tidak maksimal. Demikian pula sebaliknya. Bermeditasi dengan perut kosong, juga tidak memungkinkan Anda meraih konsentrasi. Karena itu, sebaiknya Anda hanya mengkonsumsi makanan ringan atau minum jus buah saja sesaat sebelum melakukannya.ÿþ Nuwun. Rahayu!

Al-Fatihah: Pak Dhe Siti Jenar
tulisan oleh Kandjeng Pangeran Karyonagoro, 2005
Menurut Syekh Siti Jenar, bahwa al-Fatihah adalah termasuk salah satu kunci sahnya orang yang menjalani laku Manunggal.
Maka dari itu, seseorang wajib mengetahui makna mistik surat al-Fatihah. Sebab menurut Syekh Siti Jenar, lafal al-Fatihah disebut lafal yang paling tua dari seluruh sabda-Sukma. Inilah tafsir mistik al-Fatihah Syekh Siti Jenar.

Al-Fatihah:                       Kedudukannya:
Bis                                      ubun-ubun
Millah                                rasa
Al-Rahman-al-Rahim      penglihatan (lahir batin)
Al-hamdu                          hidupmu (manusia)
Lillahi                                cahaya
Rabbil-‘alamin                 nyawa dan napas
Al-Rahman al-Rahim      leher dan jakun
Maliki                               dada
Yaumiddin                        jantung (hati)
Iyyaka                               hidung
Na’budu                            perut
Waiyyaka nasta’in          dua bahu
Ihdinash                            sentil (pita suara)
Shiratal                              lidah
Mustaqim                          tulang punggung (ula-ula)
Shiratalladzina                 dua ketiak
An’amta                             budi manusia
‘alaihim                             tiangnya (pancering) hati
Ghairil                               bungkusnya nurani
Maghdlubi                        rempela/empedu
‘alaihim                             dua betis
Waladhdhallin                 mulut dan perut (panedha)
Amin                                  penerima

Tafsir mistik Syekh Siti Jenar tetap mengacu kepada Manunggaling Kawula-Gusti, sehingga baik badan wadag manusia sampai kedalaman rohaninya dilambangkan sebagai tempat masing-masing dari lafal surat al-Fatihah. Tentu saja pemahaman itu disertai dengan penghayatan fungsi tubuh seharusnya masing-masing, dikaitkan dengan makna surahi dalam masing-masing lafadz, maka akan ditemukan kebenaran tafsir tersebut, apalagi kalau sudah disertai dengan pengalaman rohani/spiritual yang sering dialami.

Konteks pemahaman yang diajukan Syekh Siti Jenar adalah, bahwa al-Qur’an merupakan “kalam” yang berarti pembicaraan. Jadi sifatnya adalah hidup dan aktif. Maka taksir mistik Syekh Siti Jenar bukan semata harfiyah, namun di samping tafsir kalimat, Syekh Siti Jenar menghadirkan tafsir mistik yang bercorak menggali makna di balik simbol yang ada (dalam hal ini huruf, kalimat dan makna historis).

SYEKH SITI JENAR (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya. Di masyarakat terdapat banyak varian cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar.

Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti. Akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri. Ajaran – ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya. Meskipun demikian, ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti.

Sorga dan Neraka di Manunggaling Kawula-Gusti

Ajaran Manunggaling Kawula Gusti tidak pernah menganjurkan seseorang menghitung-hitung pahala dalam setiap beribadat. Bagi saya, motifasi beribadat atau melakukan perbuatan baik kepada sesama bukan karena tergiur surga. Demikian pula dalam melaksanakan sembahyang manembah kepada Tuhan Yang Maha Suci bukan karena takut neraka dan tergiur iming-iming surga. Manunggaling Kawula Gusti memiliki tingkat kesadaran bahwa kebaikan-kebaikan yang dilakukan seseorang kepada sesama bukan atas alasan ketakutan dan intimidasi dosa-neraka, melainkan kesadaran kosmik bahwa setiap perbuatan baik kepada sesama merupakan sikap adil dan baik pada diri sendiri. Kebaikan kita pada sesama adalah KEBUTUHAN diri kita sendiri.

Kebaikan akan berbuah kebaikan. Karena setiap kebaikan yang kita lakukan pada sesama akan kembali untuk diri kita sendiri, bahkan satu kebaikan akan kembali pada diri kita secara berlipat. Demikian juga sebaliknya, setiap kejahatan akan berbuah kejahatan pula. Kita suka mempersulit orang lain, maka dalam urusan-urusan kita akan sering menemukan kesulitan. Kita gemar menolong dan membantu sesama, maka hidup kita akan selalu mendapatkan kemudahan.

Menurut pandangan saya, kebiasaan mengharap dan menghitung pahala terhadap setiap perbuatan baik hanya akan membuat keikhlasan seseorang menjadi tidak sempurna. Kebiasaan itu juga mencerminkan sikap yang serakah, lancang, picik, dan tidak tahu diri. Karena menyembah Tuhan adalah kebutuhan manusia, bukan kebutuhan Tuhan. Mengapa seseorang masih juga mengharap-harap pahala dalam memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri? Dapat dibayangkan, jika kita menjadi mahasiswa maka butuh bimbingan dalam menyusun skripsi dari dosen pembimbing, maka betapa lancang, serakah, dan tak tahu diri jika kita masih berharap-harap supaya dosen pembimbing tersebut bersedia memberikan uang kepada kita sebagai upah. Dapat diumpamakan pula misalnya; kita mengharap-harapkan upah dari seseorang yang bersedia menolong kita..? Ajaran manunggaling kawula gusti memandang bahwa seseorang yang menyembah Tuhan dengan tanpa pengharapan akan mendapat pahala atau surga dan bukan atas alasan takut dosa atau neraka, adalah sebuah bentuk KEMULIAAN HIDUP YANG SEJATI.

Sebaliknya, menyembah Tuhan, berangkat dari kesadaran bahwa manusia hidup di dunia ini selalu berhutang kenikmatan dan anugrah dari Tuhan. Dalam satu detik seseorang akan kesulitan mengucapkan satu kalimat sukur, padahal dalam sedetik itu manusia adanya telah berhutang puluhan atau bahkan ratusan kenikmatan dan anugerah Tuhan. Maka seseorang menjadi tidak etis, lancang dan tak tahu diri jika dalam bersembahyang pun manusia masih menjadikannya sebagai sarana memohon sesuatu kepada Tuhan. Tuhan tempat meminta, tetapi manusia lah yang tak tahu diri tiada habisnya meminta-minta. Dalam sikap demikian ketenangan dan kebahagiaan hidup yang sejati akan sangat sulit didapatkan. Sembahyang tidak lain sebagai cara mengungkapkan rasa berterimakasihnya kepada Tuhan. Namun demikian ajaran mkg memandang bahwa rasa sukur kepada Tuhan melalui sembahyang atau ucapan saja tidak lah cukup, tetapi lebih utama harus diartikulasikan dan diimplementasikan ke dalam bentuk tindakan atau perbuatan baik kepada sesama dalam kehidupan sehari-harinya. Jika Tuhan memberikan kesehatan kepada seseorang, maka sebagai wujud rasa sukurnya orang itu harus membantu dan menolong orang lain yang sedang sakit atau menderita. Itu lah pandangan yang menjadi dasar saya bahwa menyembah Tuhan. berbuat baik pada sesama, bukanlah KEWAJIBAN (perintah) yang datang dari Tuhan, melainkan diri kita sendiri yang mewajibkan.

Agama menjadi Berhala
Yang memuja agama sebaiknya jangan membaca tulisan ini. Apalagi yang memberhalakan agama, yang suka menghujat dalam diskusi agama. Apalagi yang hobi main lempar granat bila disinggung soal-soal agama. Kenapa?
Karena Tuhan tidak peduli Agama!
Yang Tuhan peduli hanya derajat taqwa seseorang. Meski dia seorang budak hitam legam. Meski dia seorang hina papa, dimata manusia. Meski dia dilempar dan dibanting karena tidak sejalan nilai-nilai semu sosial masyarakat.
Taqwa, sebuah istlah yang saya kutip dari Alquran.
Tapi itu hanya sebuah istilah. Tapi intinya, itulah puncak penghambaan seseorang akan segala keterbatasan dirinya sebagai manusia. Dihadapan segala misteri hidup, misteri jagat raya. Misteri dari segala misteri. Tuhan!
Sedang agama,
Adalah sebuah lembaga sosial yang abstrak tapi lama-lama mengendap dan akhirnya membeku batu menjadi berhala sosial.

Pada mulanya,
Hanya ada firman yang saling bersahutan disepanjang jejak sejarah manusia. Hasil kontak spiritual hati dengan pusat Jagat Raya. Tuhan! Tapi begitu firman dibukukan dia menjadi teks menjadi daging menjadi tanah di muka bumi. Maka sejarah kematian firman terukir dalam sejarah agama. Dipuja dibela disembah hingga lupa makna terdalam dari firman. Maka terukirlah jejak berdarah di sepanjang sejarah agama. Memperebutkan Agama, sorga, dan Tuhan. Saling hujat caci maki saling tebas saling hunus pedang atas nama agama merajalela.

Tapi Tuhan tiada peduli…
Hukum alam spiritual tetap bekerja tanpa dapat ditipu.
Seonggok daging mati, setumpuk kutipan dan nyanyian teks dan ayat mati tak kuasa menjangkau Tuhan. Kecuali hanya pada hati yang tunduk pasrah.
Lebur menyerahkan diri.
Di kaki langit di haribaan Tuhan.

Manunggaling Kawula Gusti (yang selalu dikambing hitamkan)
MATAHARI sebesar kemiri condong ke barat, Gunung Muria merendah, Alun-alun Demak menjulang, orang-orang masih berdesakan. Mereka tak percaya sesuatu yang terlihat oleh mata, Malang Sumirang raganya tidak tersentuh oleh amukan api. Sang tanur menjadi mahligai elok berhias permai dikelilingi pertamanan. Bertabur kembang lengkap dengan hamparan mutiara. Busana dari surga yang teramat wangi harum semerbak laksana busana Nabi Ibrahim yang diturunkan dari surga.

“Lihat! Sunan tidak terbakar. Bisa mati di dalam hidup, dan hidup dalam mati.”
“Memancar cahaya kemilau dan bau harum semerbak.”

Orang-orang berguman dalam hati, Malang Sumirang diuji dengan dibakar hidup-hidup, tetapi terus hidup. Dalam semarak amukan api, Malang Sumirang menulis suluk dengan pembuka Dhandhanggula. Malang Sumirang telah menaiki burung Sadrah kerena begitu mendalamnya rindu dalam pencarian ilmu kesejatian hidup yang sempurna.

Malang Sumirang nyata lahir batinnya keliputan sanyata wali, mulia pikirannya tiada batas jadi barang yang diinginkannya sempurna sampai hakikat rasa puncaknya ilmu. Ilmu sejati rasa yang meliputi rasa. Rasa yang sejati.

Sejatinya rasa. Bukan rerasan yang diucapkan, bukan rasa yang ke enam, bukan pula rasa yang tercecap di lidah. Bukan rasa yang terbersit di hati, bukan rasa yang ciptakan, bukan pula rasa yang dirasakan tubuh. Bukan rasa yang dirasakan suara dan bukan pula rasa kenikmatan dan derita sakit. Sejatinya rasa yang meliputi rasa, rasa pusarnya rasa.

Para wali yang telah menjatuhkan hukuman mati dengan dibakar hidup-hidup, hanya terbengong. Sunan Kudus, kemenakannya, menjadi limbung. Bingun melihat kenyataan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Para wali telanjur menghukum Malang Sumirang, karena dituduh telah menyebarkan ilmu sesat.

Gemar memelihara anjing dan dilatih untuk menurut sampai mengerti bahasa manusia. Tidak saja menghindari shalat di masjid, malah sering mencemari masjid membawa anjing piaraan, binatang yang sangat jorok, liurnya najis.

Jalan yang ditempuh Malang Sumirang “alan kegilaan”, Tariq Majnun Rabbani. Gila karena tergila-gila kepada Tuhan. Linglang-linglung lupa daratan, terbenam senang dalam nikmat dahsyat. Kegilaannya itu pada mulanya ditujukan oleh ketidaktifannya sendiri, sikap acuh tak acuh pada hukum. Para wali menunduh Malang Sumirang telah menyingkir dari ajaran agama, tata syariat dilalaikan.

Para santrinya malah menyebutnya, Sunan Panggung. Sunan yang hidup di tengah hutan dengan pohon-pohon berbatang besar, pang-gung atau cabang besar. Sunan, Susuhunan, Susunan, atau Sinuhun, “Dia yang Dijunjung”. Gelar ini sesungguhnya khusus untuk hierarki wali Islam yang memiliki wilayah perdikan dan sebutan bagi penguasa tertinggi Mataram. Para santrinya sangat menghormati, tunduk dengan segala perintah dan mengikuti semua ajarannya. Para santri diajari mencari kehidupan yang sempurna, kesempurnaan yang benar-benar sempurna.
“Manusia tidak lain hanyalah jasad-jasad mati yang dipenuhi oleh nafsu lauwamah, amarah, sufiah dan mutmainah. Kita lepaskan nafsu-nafsu itu karena di tengah-tengah nafsumu bertakhta sirr atau rahasia yang tersembunyi, roh dalam jiwa, kesempurnaan yang benar-benar sempurna.”

“Inggih, Sunan.”
“Wayang dan bayangan harus menyatu dalam satu jiwa. Roh dalam jiwa memainkan mahkluk-makhluk atas kehendak-Nya.”
“Inggih, Sunan.”
“Sejatinya yang memerintah kita bukanlah tubuh kita, tetapi roh dalam jiwa.”
“Inggih, Sunan.”
“Seperti Kresna yang memerintah kerajaan, hakikatnya bukan Kresna. Tetapi Kresna Dwarawati. Kresna yang di dalamnya bertakhta roh Wisnu. Kresna titisan Wisnu.”
“Inggih, Sunan.”
“Bebaskan roh kalian dari ikatan hukum-hukum yang menghalangi kebebasan roh yang menuju dan menyatu dengan Tuhan.”
“Inggih, Sunan.”
“Hakikat hidup abadi baru dimulai sesudah mati.”
Mendengar kalimat terakhir, para santri secara serentak tiba-tiba memukuli dirinya sendiri. Menyiksa dirinya sendiri, membentur-benturkan kepalanya di sembarang tempat sambil berteriak, “Aku ingin mati….aku ingin mati!”
“Aku ingin bunuh diri!”

Desa Ngundung, daerah tempat tinggal Malang Sumirang, menjadi gempar. Para santri Malang Sumirang mencari mati. Mencari orang yang mau menolong untuk membunuhnya. Semua orang diteror agar penduduk menjadi marah, ini suatu jalan untuk mencari kematian. Melihat tingkah santri-santrinya, Malang Sumirang menjadi bingung, dia berlarian mengejar dan memanggil para santri, sambil berteriak, “Bunuh diri dosa besar!”

Teriakan Malang Sumirang, menghentikan polah dan perilaku para santri. Secara serentak para santri menghambur mendekati Malang Sumirang dan berlutut mengelilingi. Para santri merunduk dan terdiam, suasana menjadi hening. Beberapa saat setelah larut dalam diam, Malang Sumirang mengajak santri-santri melepaskan roh dari badannya.

Kesengsaraan dunia ini tidak lain suatu kegilaan, orang-orang mencari kebutuhan badaniah tanpa memperhatikan kebutuhan rohani. Orang-orang mencari kenikmatan, namun hanya penderitaan yang dijumpai. Manusia bingung karena tidak mengenal dirinya sendiri, karena dijadikan buta oleh hawa nafsu.

Mencari ilmu suci tidak mungkin diperoleh dengan alat panca indra, karena sifatnya yang kotor, najis dan palsu. Kebaruan adalah kepalsuan, kekotoran dan kenajisan, yang segera hancur bersama-sama tibanya ajal. Hidup sesudah lahir adalah kebaruan maka itu palsu, najis, dan kotor. Hidup sesudah kelahiran adalah kematian yang sesungguhnya.

Kedaaan kematian itulah yang membuat manusia tidak bisa bebas dari nafsu, kebohongan, kebutuhan kekuasaan, makan, minum, bahkan shalat, puasa, zakat, haji. Kembalinya manusia ke asal dari mana ia lahir, sesudah ajal tiba nantilah hidup yang sesungguhnya, ketika manusia tidak lagi membutuhkan apa pun, termasuk keinginan, karena keinginan adalah awal dari kesengsaraan.

Di mata Malang Sumirang para wali telah keliru memanjakan pemerintahan yang tidak adil, menindas dan korup. Makna tidak memiliki kekayaan apa-apa dalam bahasan dan perenungan tanpa adanya pemikiran. Syeh Siti Jenar, sebuah perlawanan terhadap para wali yang mendukung Demak.

Maka oleh penguasa ajaran Syeh Siti Jenar dianggap bukan hanya sesat tetapi juga mengganggu ketenteraman masyarakat dan mengancam stabilitas kerajaan Raden Patah. Karena gagal membujuk, atas nama Raja Demak, Dewan Agama menetapkan hukuman mati bagi Siti Jenar.
“Berbadan roh”. Malang Sumirang berguman seperti mendengung. Para santri menirukan apa yang diucapkan Malang Sumirang secara bersama dan berulang seperti berzikir.

“Berbadan roh”
“Aku bukan Siti Jenar, aku Malang Sumirang, kesempurnaan yang benar-benar sempurna. Para wali mengajarkan hukum syar’i, tetapi tidak memahami lambang-lambang.”

Para santri tenggelam dalam ekstase kegilaan, jagad suwung, angin seperti berhenti berembus lari ke awang-awang dan uwung-uwung. Jagad menjadi pertapaan sunyata, bumi resah! Malang Sumirang mencari ilmu kesejatian. Berguru pada Sunan Giri Prampen, tatkala diajari ilmu sejati, usianya baru tujuh belas tahun. Sejak saat itu sering menyiksa raga, bertapa. Malang Sumirang mengaku berbadan rohani. Para wali menyebut Malang Sumirang sebagai orang yang tidak senonoh, tak pantas, dan anarkis, bahkan teroris, menjadi simbol antitatanan.

Pengakuan Malang Sumirang dan perilaku santri-santrinya membuat para wali geram. Para wali menuduh Malang Sumirang mewariskan suluk liar mengingkari semua tatanan atas nama anarki jalan kegilaan. Menyingkap tabir rahasia, menyurat yang tersembunyi.

Setelah mempertimbangkan pendapat para wali Sultan Demak, memutuskan Malang Sumirang dihukum dengan dibakar, pati obong, di Alun-alun Demak. Mendengar keputusan majelis para wali Malang Sumirang tidak menampakan ketakutan, bahkan menantang keponanakannya, Sunan Kudus, untuk segera menyalakan unggun.

Sebelum berjalan menuju api pembakaran, Malang Sumirang minta disediakan tinta dan kertas dua bendel. Sultan Demak dan para wali semakin bingung, permintaan Malang Sumirang sangat aneh.

Malang Sumirang berjalan menuju api pembakaran, tidak ada kata lain yang terucap dari mulutnya selain kata, kebenaran. Api membubung ke angkasa, Malang Sumirang bergegas naik ke atas unggun dan dua anjingnya yang setia mengikuti, terjun ke dalam api.

Matahari semakin mengecil, Gunung Muria kembali menyembul, angin bergegas dari awang-awung dan uwung-uwung melintasi Alun-alun Demak. Kobaran api semakin menggila, Malang Sumirang tidak tersentuh amukan api.
“Lihat! Di dalam api dengan enaknya Sunan menulis. Api terus menjilat, menyala lama namun Sunan tetap tenteram seakan bernaung di kolam bening. Raganya tak mempan amukan api.”“ Ya, seperti Sinta…’“Seperti Nabi Ibrahim…”

Orang-orang terperanjat dan mundur beberapa langkah melihat dua sosok keluar dari amukan api. Dua anjing Malang Sumirang keluar dari unggun membawa lembaran kertas yang telah tertulis suluk Seh Malang Sumirang. Lembaran kertas itu dibagikan pada semua yang ada di Alun-alun Demak, termasuk para wali, Sultan Demak dan para petinggi kerajaan lain.

Beberapa saat ketika orang-orang belum selesai membenahi keterperanjatannya, Malang Sumirang keluar dari api unggun. Seluruh tubuh dan baju yang dikenakan tidak ada tanda-tanda tersentuh oleh jilatan api. Orang-orang semakin takjub, berusaha menahan kedipan mata.

“Walaupun dituturkan sampai capai, ditunjukkan jalannya, sesungguhnya dia tidak memahami karena hanya sibuk menghitung dosa-dosa kecil yang diketahui. Tentang hal kufur-kafir yang ditolaknya itu, bukti bahwa ia adalah orang yang masih mentah pengetahuannya.

Walaupun tidak pernah lupa sembahyang, puasanya dapat dibangga-banggakan tanpa sela, tapi ia terjebak menaati yang sudah ditentukan Tuhan. Sembah puji puasa yang ditekuni, membuat orang justru lupa akan sangkan paran. Karena itu, ia lebih konsentrasi melihat dosa-dosa besar-kecil yang dikhawatirkan, dan ajaran kufur-kafir yang dijauhi justru membuatnya bingung.

Tidak ada dulu dinulu. Tidak merasa, tidak menyentuh. Tidak saling mendekati sehingga buta orang itu. Takdir dianggap tidak terjadi, salah-salah menganggap ada dualisme antara Maha Mencipta dan Maha Memelihara “.

Suluk Seh Malang Sumirang tercipta dari amukan api yang tiada mampu menyentuh jasad Malang Sumirang. Suluk sang sufi gila, sosok antitatanan yang tidak terjangkau poros kekuasaan. Malang Sumirang mewariskan suluk liar mengingkari semua tatanan. Menyingkap tabir rahasia, menyurat yang tersembunyi. Suluknya lebih tajam dari pedang Sultan Demak…
“…Manusia, sebelum tahu maknanya Alif, akan menjadi berantakan…Alif menjadi panutan sebab huruf, Alif adalah yang pertama. Alif itu badan idlafi sebagai anugerah. Dua-duanya bukan Allah. Alif merupakan takdir, sedangkan yang tidak bersatu namanya alif lapat. Sebelum itu jagad ciptaan-Nya sudah ada. Lalu Alif menjadi gantinya, yang memiliki wujud tunggal. Ya, tunggal rasa, tunggal wujud. Ketunggalan ini harus dijaga betul sebab tidak ada yg mengaku tingkahnya. Alif wujud adalah Yang Agung. Ia menjadi wujud mutlak yg merupakan kesejatian rasa. Jenis ada lima, yaitu alif mata, wajah, niat jati, iman, syariat.

Allah itu penjabarannya adalah Zat yang Maha Mulia dan Maha Suci. Allah itu sebenarnya tidak ada lain, karena kamu itu Allah. Dan Allah semua yang ada ini, lahir batin kamu ini semua tulisan merupakan ganti Alif. Allah itulah adanya.

Alif penjabarannya adalah permukaan pada penglihatan, melihat yang benar-benar melihat. Adapun melihat Zat itu, merupakan cermin ketunggalan sejati menurun kepada kesejatianmu.

Cahaya yang keluar, kepada otak keberadaan kita di dunia ini merupakan cahaya yang terang-benderang, itu memiliki seratus dua puluh tujuh kejadian. Menjadi penglihatan dan pendengaran, napas yang tunggal, napas kehidupan yang dinamakan Panji. Panji bayangan zat yang mewujud pada kebanyakkan imam. Semua menyebut zikir sejati, laa ilaaha illallah.” *)

Sultan Demak dan para wali tercengang, membaca keelokan suluk Malang Sumirang, elok susah untuk kisahkan. Sultan Demak membisik pada Sunan Kudus menyarankan Malang Sumirang, untuk menyingkir dan menjauh dari Negeri Demak.

Dengan langkah ragu, Sunan Kudus mendekat Malang Sumirang. Berusaha menyembunyikan Wajahnya yang nampak pucat, Sunan Kudus berkata sambil menunduk, “Paman telah terbukti benar sungguh benar tanpa batas di dunia tiada tara di seluruh ciptaan. Paman tercipta sempurna, jiwa-raga titis terus tertembus sempurna nyata sunyata. Namun Paman, jagalah derajat agama, hormatilah batasnya, singkirkan kesalahan, patuhlah pada syariat untuk menjaga makna.
“Dalam tatanan yang menata negeri aturan agama bertakhta dengan syariat. Lebih baik Paman jauh dari negeri. Jangan sampai membawa kekacauan dengan pembangkangan. Menguraikan ikatan menjarangkan pagar, memecahkan baris, merobohkan bendera. Kemanapun Paman pergi, padepokan mana yang pantas ditempati, tempat keramat mana yang menjadi pilihan, adalah kewajiban negeri melengkapi apa yang harus dilengkapi.”
Malang Sumirang tak gimir dengan tawaran pertapa yang mewah. Malang Sumirang memilih pergi ke hutan angker, Kalampisan, tempat wingit, sunyi, jauh dari manusia. Para wali hanya bisa menggelengkan kepala tanpa suara.

Matahari telah surup orang-orang hanya terbengong melihat Malang Sumirang meninggalkan Alun-alun Demak. Malang Sumirang pergi meninggalkan teka-teki, sufi gila antitatanan memiliki keberanian yang tak tertundukan oleh kekuasaan. Mengungkap rahasia kesempurnaan yang benar-benar sempurna. Tetapi sejarah selalu berpihak pada penguasa. 
Lereng Lawu, medio 2007. KP Karyonagoro

Syeh Siti Jenar Mengkritik Ulama dan Para Santrinya

tulisan oleh Kandjeng Pangeran Karyonagoro
Alasan yang mendasari mengapa Syeh Siti Jenar mengkritik habis-habisan para ulama dan santrinya karena dalam kacamata Syeh Siti, mereka hanya berkutat pada amalan syariat (sembah raga). Padahal masih banyak tugas manusia yang lebih utama harus dilakukan untuk mencapai tataran kemuliaan yang sejati. Dogma-dogma, dan ketakutan neraka serta bujuk rayu surga justru membelenggu raga, akal budi, dan jiwa manusia. Maka manusia menjadi terkungkung rutinitas lalu lupa akan tugas-tugas beratnya. Manusia demikian menjadi gagal dalam upaya menemukan Tuhannya.

Kritik Syeh Lemah Bang Atas Konsep Surga-Neraka

Konsep surga-neraka dalam ajaran Siti Jenar berbeda sekali dengan apa yang diajarkan oleh para ulama. Menurut Syeh Siti Jenar, surga dan neraka adalah dalam hidup ini. Sementara para ulama mengajarkan surga dan neraka merupakan balasan yang diberikan kepada manusia atas amalnya yang bakal diterima kelak sesudah kematian (akherat).

Menurut Syeh Siti, orang mukmin telah keliru karena mengerjakan shalat jungkir balik, mengharap-harap surga, sedang surga sesudah kematian itu tidak ada, shalat itu tidak perlu dan orang tidak perlu mengajak orang lain untuk shalat. Shalat minta apa, minta rizki ? Tuhan toh tidak memberi lantaran shalat.

Santri yang menjual ilmu dengan siapa pun mau menyembah Tuhan di masjid, di dalamnya terdapat Tuhan yang bohong. Para ulama telah menyesatkan manusia dengan menipu mereka jungkir balik lima kali, pagi, siang, sore, malam hanya untuk memohon-mohon imbalan surga kelak. Sehingga orang banyak tergiur oleh omongan palsunya, dan orang menjadi gelisah tak enak ketika terlambat mengerjakan shalat. Orang seperti itu sungguh bodoh dan tak tau diri, jikalau pun seseorang menyadari bahwa shalat itu dilakukan karena merupakan kebutuhan diri manusia sendiri untuk menyembah Tuhannya, manusia ternyata tidak menyadari keserakahannya; dengan minta-minta imbalan/hadiah surga. Orang-orang telah terbius oleh para ulama, sehingga mereka suka berzikir, dan disibukkan oleh kegiatan menghitung-hitung pahalanya tiap hari. Sebaliknya, lupa bahwa sejatinya kebaikan itu harus diimplementasikan kepada sesama (habluminannas).

Lebih lanjut Syekh Siti Jenar menuduh para ulama dan murid mereka sebagai orang dungu dan dangkal ilmu, karena menafsirkan surga sebagai balasan yang nanti diterima di akhirat. Penafsiran demikian adalah penafsiran yang sangat sempit. Hidup para ulama adalah hidup asal hidup, tidak mengerti hakekat, tetapi jika disuruh mati mereka menolak mentah-mentah. Surga dan neraka letaknya pada manusia masing-masing. Orang bergelimang harta, hidupnya merasa selalu terancam oleh para pesaing bisnisnya, tidur tak nyeyak, makan tak enak, jalan pun gelisah, itulah neraka. Sebaliknya, seorang petani di lereng gunung terpencil, hasil bercocok tanam cukup untuk makan sekeluarga, menempati rumah kecil yang tenang, tiap sore dapat duduk bersantai di halaman rumah sambil memandang hamparan sawah hijau menghampar, hatinya sesejuk udaranya, tenang jiwanya, itulah surga. Kehidupan ini telah memberi manusia mana surga mana neraka.

Syeh Siti Jenar memandang alam semesta sebagai makrokosmos dan mikrokosmos (manusia) sekurangnya kedua hal ini merupakan barang baru ciptaan Tuhan yang sama-sama akan mengalami kerusakan, tidak kekal dan tidak abadi. Manusia terdiri atas jiwa dan raga yang intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan zat Tuhan.

Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yang dilengkapi pancaindera, sebagai organ tubuh seperti daging, otot, darah, dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah barang pinjaman yang suatu saat, setelah manusia terlepas dari kematian di dunia ini, akan kembali berubah asalnya yaitu unsur bumi (tanah).
Syeh Lemah Bang, mengatakan bahwa;
“Bukan kehendak angan-angan, bukan ingatan, pikiran atau niat, hawa nafsu pun bukan, bukan pula kekosongan atau kehampaan. Penampilanku sebagai mayat baru, andai menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, nafasku terhembus di segala penjuru dunia, tanah, api, air, kembali sebagai asalnya, yaitu kembali menjadi baru. Bumi langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia, manusialah yang memberi nama”.
Kesimpulan

Pandangan Syeh Lemah Bang; tentang terlepasnya manusia dari belenggu alam kematian yakni hidup di alam dunia ini, berawal dari konsepnya tentang ketuhanan, manusia dan alam. Manusia adalah jelmaan zat Tuhan. Hubungan jiwa dari Tuhan dan raga, berakhir sesudah manusia menemui ajal atau kematian duniawi. Sesudah itu manusia bisa manunggal dengan Tuhan dalam keabadian. Pada saat itu semua bentuk badan wadag (jasad) atau kebutuhan jasmanisah ditinggal karena jasad merupakan barang baru (hawadist) yang dikenai kerusakan dan semacam barang pinjaman yang harus dikembalikan kepada yang punya yaitu Tuhan sendiri.

Terlepas dari ajaran Siti Jenar yang sangat ekstrim memandang dunia sebagai bentuk penderitaan total yang harus segera ditinggalkan rupanya terinspirasi oleh ajaran seorang sufi dari Bagdad, Hussein Ibnu Al Hallaj, yang menolak segala kehidupan dunia. Hal ini berbeda dengan konsep Islam secara umum yang memadang hidup di dunia sebagai khalifah Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar