Kamis, 15 Agustus 2013

Salak Kersikan - Pasuruan

Salak Kersikan
(Salacca zalacca kultivar kersikan)

nama lain :
-
suku : Palmae



Deskripsi

Salak kersikan merupakan salah satu kultivar salak yang saat ini banyak dijual di pasaran selain salak pondoh, lumut, masir dll. Salak Kersikan berasa sangat manis. 

Pohon salak merupakan tanaman yang tergolong dalam Palmae, pohonnya tidak terlalu tinggi. Daun dapat mencapai panjang 6-8 m. Daunnya memiliki petiola yang kasar, satu daun memiliki banyak helaian anak daun dengan duri-duri yang berwarna gelap. Panjang helaian daun berkisar antara 20-70 cm. Bunga jantan akan tumbuh dengan panjang sekitar 100 cm, sedangkan bunga betina dapat tumbuh hingga mencapai panjang 30 cm. Buah terbentuk dalam kelompok buah yang muncul dari bagian basal tanaman. Kulit buah berwarna coklat kemerahan yang membungkus daging buah yang berwarna putih. Biji salak berada dalam daging buah dan berwarna coklat gelap sampai kemerahan. Buah terasa sangat manis. Salak dapat diperbanyak dengan menggunakan/menanam bijinya. Tanaman ini akan mulai berbunga 3-4 tahun setelah penanaman. Penyerbukan dibantu oleh serangga sejenis kumbang, dan buah akan matan 5-7 bulan setelah pembuahan terjadi. Salak Kersikan berumah dua, dimana bunga jantan dan betina tidak berada dalam satu pohon yang sama.

Ekologi

Tanaman salah dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah wilayah tropis, terutama di Jawa dan Sumatera. Akar tanaman ini memerlukan suplai air yang cukup. Buah tanaman ini tidak banyak dihasilkan jika ditanam pada ketinggian lebih dari 500 m dpl, dan akan banyak menghasilkan buah jika ditanam pada ketinggian dibawah 500 m. Biasanya tanaman ini memerlukan naungan dengan rata-rata curah hujan per tahun 1700-3100 mm.


Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia terdapat berbagai varietas salak diantaranya: salak pondoh, salak swaru, salak enrekang, salak gula pasir, salak bali, salak padang sidempuan, salak gading ayu, salak pangu, salak sibakua, salak sangata, salak condet, salak manonjaya, salak madura, salak ambarawa, salak kersikan, salak bongkok. Diantara berbagai jenis serta varietas salak tersebut, varietas salak pondoh, swaru, nglumut, enrekang, dan gula batu atau bali mempunyai nilai komersial yang tinggi, sehingga varietas tersebut ditetapkan oleh pemerintah sebagai varietas unggul untuk dikembangkan.
Daerah-daerah di Indonesia yang tercatat sebagai sentra produksi salak diantaranya: Padangsidempuan (Sumatra Barat), Serang (Banten), Sumedang, Tasikmalaya, Ciamis, Batujajar (Jawa Barat), Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara (Jawa Tengah), Sleman (Yogyakarta), Bangkalan, Pasuruan (Jawa Timur), Karang Asem (Bali), Enrekang (Sulawesi Selatan). Akan tetapi pada umumnya daerah-daerah sentra salak tersebut memproduksi buah salak yang khas.
Salak pondoh memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi, kadar gula yang lebih tinggi serta kadar asam yang lebih rendah dibanding dengan jenis salak lain (Redaksi Agromedia, 2007). Rata-rata kadar vitamin C dalam salak pondoh adalah 19,63 mg per 100 gr, kadar gula reduksi sebesar 21,72 persen, kadar asam adalah 4,93 mg per 100 gr, dengan rasio gula asam adalah 3,93. Salak pondoh juga mempunyai keunggulan dibanding dengan salak lain, dari segi rasa salak pondoh memiliki rasa yang manis dan tidak sepet saat masih muda, dan daya simpan yang lebih lama karena buah salak pondoh tergolong buah yang berpola respirasi non klimaterik yang memiliki umur penyimpanan yang relatif lebih lama dimana salak pondoh mulai membusuk setelah 13 hari penyimpanan pada suhu kamar (Santoso, 1990), serta salak pondoh merupakan salah satu buah lokal yang pemasarannya dapat memasuki supermarket.

KLASIFIKASI, MORFOLOGI DAN AGROKLIMAT SALAK
Klasifikasi Salak
Tanaman salak tidak hanya dikenal di beberapa daerah di Indonesia saja, melainkan juga di Burma, Thailand, Philippina dan di Malaya. Jenis salak yang umumnya di tanam di Burma berbeda dengan yang biasa ditanam di Malaya, demikian pula jenis yang umumnya dibudidayakan di Sumatra berbeda dengan yang ada di Jawa (Sulastri, 1986). Salak yang merupakan tanaman asli Indonesia sudah dikenal dan dideskripsikan pada tahun 1825 dengan nama Salacca edulis Reinw., dan kemudian dikoreksi dengan nama Salacca zalacca (Gaertner) Voss. (Schuiling and Morgan, 1992 dalam Purnomo, 2010).
Purnomo (2010) menjelaskan bahwa selain Salacca zalacca (Gaertner) Voss., marga Salacca yang berasal dari suku Palmae memiliki beberapa jenis lain, seperti:
1. Salacca wallichiana C. Mart. Dengan sinonim Zalacca rumphii Walich ex. Blum. Salak ini banyak tumbuh di Burma Selatan, Pantai Provinsi Bangkok, Thailand, dan Malaysia;
2. Salacca affinis Griffith, yang mempunyai daerah distribusi Sumatra, Malaysia, dan Singapura, dikenal dengan nama daerah Linsum (Sumatra) dan Salak hutan (Malaysia);
3. Salacca glabrescens Griffith, banyak dijumpai di Malaysia dan dikenal dengan nama daerah Salak hutan atau Pokok rengam;
4. Salacca sumatrana Becc. yang tumbuh di Sumatra bagian utara;
5. Salacca dransfieldiana J.P. Mogea, sebagai tanaman hias;
6. Salacca magnifika J.P. Mogea, sebagai tanaman hias;
7. Salacca minuta J.P. Mogea, sebagai tanaman hias;
8. Salacca multiflora J.P. Mogea, sebagai tanaman hias;
9. Salacca ramosiana J.P. Mogea, sebagai tanaman hias.
Banyak jenis dan varietas salak yang dapat tumbuh baik di Indonesia, setidaknya terdapat 21 jenis dan varietas salak yang terdapat di Indonesia (Tabel 1). Varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah untuk dikembangkan diantaranya adalah salak pondoh, swaru, nglumut, enrekang, dan gula batu atau bali (Sunarjono, 2005). Sebenarnya jenis salak yang ada di Indonesia ada tiga varietas botani, yaitu: Salacca zalacca var. zalacca dari Jawa yang berbiji 2 – 3 butir, Salacca zalacca var. amboinensis (Becc) Mogea dari Bali dan Ambon yang berbiji 1 – 2 butir, dan Salacca sumatrana (Becc) dari Padang Sidempuan yang berdaging merah.

Morfologi
Batang dan Daun
Tanaman salak berakar serabut dan menyerupai pohon palem yang seolah-olah tidak berbatang, rendah dan tegak dengan tinggi tanaman salak antara 1,5 – 7 meter, tergantung dari jenisnya. Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup oleh pelepah daun yang tersusun rapat, pelepah dan tangkai daunnya berduri panjang (Steenis, 1975 dalam Sulastri, 1986; dan Harsoyo, 1999). Batang tanaman salak lemah dan mudah rebah, pada batangnya dapat tumbuh tunas yang berakar sendiri, yang bila dibiarkan tumbuh di batang, tunas-tunas tersebut dapat tumbuh menjadi rumpun tanaman salak yang besar.
Tanaman salak pondoh memiliki akar serabut dengan sistem perakaran dangkal sampai sedang, atau dengan kata lain bahwa penetrasi akar salak pondoh hanya mencapai kedalaman 10 cm hingga 50 cm (Purnomo, 2010). Santoso (1990) menjelaskan bahwa batang salak pondoh termasuk pendek dan hampir tidak kelihatan secara jelas, karena selain ruas-ruasnya padat juga tertutup oleh pelepah daun yang tumbuh memanjang. Selain itu, sekalipun umur tanaman masih muda, sekitar 1 sampai 2 tahun, tanaman salak pondoh dapat bertunas.
Salak pondoh memiliki daun majemuk, tersusun roset, menyirip genap terputus-putus, beranak daun gasal, pada bagian ujung 2 – 3 helai anak daun menyatu, duduk daun tersebar berjejal di ujung batang, tangkai daun silinder, panjang 100 – 200 cm, pada bagian bawah dan tepi tangkai daun berduri banyak, tajam, pipih dengan panjang 4 – 5 cm, berwarna kelabu sampai kehitaman, helai daun memiliki panjang 140 – 300 cm, poros daun berduri temple, anak daun tipis berwarna hijau sampai kelabu, berbentuk garis lanset 50 x 4,5 cm dengan ujung meruncing, dan tepi berduri temple yang halus, pada sis bawah berlapis lilin. Khusus jenis salak pondoh hitam, daunnya lebih lebar dibandingkan salak pondoh kuning, dan berwarna hijau tua. Sedangkan salak pondoh kuning, daunnya berwarna hijau muda dan agak sempit dibandingkan salak pondoh hitam (Santoso, 1990 dan Purnomo, 2010).

Bunga dan Buah
Tanaman salak berbunga banyak, tersusun dalam tandan rapat dan bersisik dengan tandan bunga jantan dan tandan bunga betina terletak pada pohon yang berlainan, sebagian tandan bunga terbungkus oleh seludang atau tongkol yang berbentuk seperti perahu yang terletak diketiak pelepah daun (Sulastri, 1986). Menurut Sunarjono (2005), bunga salak ada tiga macam, yaitu bunga betina, jantan, dan campuran (sempurna), dimana bunga jantan terbungkus oleh seludang (spandex) dengan tangkai panjang sedangkan bunga betina terbungkus oleh seludang dengan tangkai pendek. Tongkol bunga jantan memiliki panjang 50 – 100 cm, terdiri atas 4 – 12 bulir silindris yang masing-masing panjangnya antara 7 – 15 cm, dengan banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun rapat, sedangkan tongkol bunga betina panjangnya antara 20 – 30 cm, bertangkai panjang, terdiri atas 1 – 3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm.
Menurut Sunarjono (2005), dikenal tiga macam tipe tanaman salak dalam satu varietas/kultivar, yaitu: (1) Salak sempurna campuran (tipe A), tanaman salak tipe ini mampunyai seludang bunga jantan dan seludang bunga sempurna (hermaprodit) yang seluruhnya fertil, sehingga terdapat kemungkinan besar tanaman menyerbuk sendiri; (2) Salak betina (tipe B), tanaman salak betina mampunyai seludang bunga jantan rudimenter (tumbuh kerdil), sementara bunga jantan dari seludang bunga sempurna redimenter juga, sehingga yang tampak hanya bunga betina saja; dan (3) Salak jantan (tipe C), tanaman salak jantan hanya mempunyai seludang jantan yang fertil, sementara bunga betina pada bunga sempurna termasuk rudimenter, sehingga yang tampak hanya bunga jantan saja. Salak bali termasuk tipe salak A, sedangkan tipe salak B dan C diantaranya banyak terdapat pada salak swaru, condet dan pondoh.
Santoso (1990) dan Purnomo (2010) mengungkapkan bahwa tanaman salak pondoh mempunyai dua periode tumbuh, yaitu periode vegetatif dan periode reproduktif. Periode vegetatif adalah periode tumbuh dari mulai tanam sampai dengan terbentuk bunga pertama. Sedangkan periode reproduktif dinyatakan sejak waktu berbunga, hingga perkembangan buah dan saat matang. Ciri khas tanaman salak pondoh merupakan tanaman berumah dua, sehingga dapat ditemukan tanaman jantan dan tanaman betina. Bunga jantan memiliki panjang 25 – 30 cm, bertangkai, seludang berwarna coklat merah, robek pada satu sisi, mengurai serupa serabut, tongkol berjumlah 3 – 7 dengan panjang antara 7 – 13 cm, diameter 1 – 2 cm, silinder, sisik berwarna putih-cokelat tersusun seperti genting, dari setiap ketiak sisik muncul sepasang bunga berwarna merah muda, ujung coklat-merah, sehingga tongkol tampak berwarna cokelat merah. Sedangkan bunga betina memiliki panjang 20 – 30 cm, bertangkai panjang, seludang lebih pendek dan lebih lebar dari pada jantan, berwarna cokelat-merah, robek pada satu sisi, mengurai serupa serabut, tongkol berjumlah 1 – 3 dengan panjang antara 6,5 – 8 cm, diameter 3 – 3,5 cm, oval, berwarna merah. Tanaman jantan tidak dapat menghasilkan buah, tetapi tanaman jantan diperlukan sebagai sumber benang sari.
Buah salak merupakan tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing di pangkalnya dan membulat di ujungnya dengan panjang buah dapat mencapai 2,5 – 10 cm dengan ketebalan daging buah sekitar 1,5 cm. Buah salak tersusun dalam tandan dimana dalam setiap tandan terdiri dari 15 – 40 buah (Sulastri, 1986; dan Sunarjono, 2005).
Buah salak terdiri atas kulit, daging buah dan biji. Kulit buah salak yang membungkus daging buah menyerupai sisik yang berbentuk segi tiga, berwarna kekuningan hingga coklat kehitaman atau kemerah-merahan yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung masing-masing sisik. Daging buah tidak berserat berwarna putih kekuningan, kuning kecoklatan atau merah tergantung varietasnya, dan biasanya terdiri dari tiga septa dalam tiap buah. Biji salak yang masih muda berwarna pucat dan lunak, sedangkan setelah matang berwarna kuning hingga kehitaman dan keras, dan dalam setiap buah terdapat 1 – 3 biji (Sulastri, 1986; Budagara, 1998; Sunarjono, 2005; dan Purnomo, 2010).
Buah salak pondoh pada umumnya lebih kecil dibandingkan dengan jenis salak lainnya. Buah salak pondoh memiliki berbagai variasi mulai dari warna kulit yang coklat kehitam-hitaman, coklat kemerah-merahan, coklat kekuning-kuningan, dan merah gelap kehitam-hitaman, serta semua buah salak pondoh memiliki rasa manis (Santoso, 1990). Buah salak pondoh tergolong buah yang berpola respirasi non klimaterik yang memiliki umur penyimpanan yang relatif lebih lama dibanding buah klimaterik, dimana salak pondoh mulai membusuk setelah 13 hari penyimpanan pada suhu kamar.
Tumbuhan salak dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, tetapi secara umum masa panen tanaman salak ada empat musim, yaitu: (1) panen raya pada bulan November, Desember dan Januari; (2) panen sedang pada bulan Mei, Juni dan Juli; (3) panen kecil pada bulan-bulan Februari, Maret dan April; dan 4) masa kosong atau masa istirahat pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober, dan apabila pada bulan-bulan ini ada buah salak maka dinamakan buah slandreN.

Agroklimat
Tanaman salak sesuai bila ditanam di daerah berzona iklim Aa bcd dengan jumlah bulan basah tinggi yaitu 11 – 12 bulan per tahun; Babc dengan jumlah bulan basah yaitu 8 – 10 bulan per tahun; dan Cbc dengan jumlah bulan basah yaitu 5 – 7 bulan per tahun, dengan curah hujan rata-rata per tahun 200 – 400 mm per bulan dimana curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah yang berarti salak membutuhkan tingkat kebasahan atau kelembaban yang tinggi. Untuk pertumbuhan optimum, salak pondoh membutuhkan curah hujan yang merata sekitar 200 – 400 mm per bulan (Santoso, 1990).
Salak tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 800 mdpl dengan tipe iklim basah, dan tipe tanah podzolik dan regosol atau latosol yang subur, gembur dan lembab, serta lingkungan yang dikehendaki mempunyai pH antara 5 – 7 dengan humus yang tinggi. Suhu yang baik untuk bertumbuhan tanaman salak berkisar antara 200 – 300 C, apabila suhu terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap perkembangan buah dan biji salak dan apabila suhu terlalu rendah akan menghambat pembungaan tanaman salak.
Tanaman salak pondoh tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik karena tanaman salak tidak tahan terhadap genangan air atau dengan kata lain bahwa, tanaman salak tidak membutuhkan kebasahan tanah yang berlebihan. Sehingga pada musim hujan, lahan pertanaman memerlukan drainase yang baik untuk menghindarkan tanaman dari genangan yang berlebihan. Sedangkan untuk menjamin pertumbuhan yang optimal pada musim kemarau lahan pertanaman memerlukan kelembaban tanah yang cukup oleh karena itu dianjurkan di tengah-tengah lahan kebun salak dibuat kolam yang diharapkan dapat menyangga kelembaban tanah yang diharapkan.
Selain memerlukan garis permukaan air yang dangkal dan pengairan sepanjang tahun tetapi tidak tahan terhadap genangan yang dikarenakan sistem perakaran salak pondoh yang dangkal hingga sedang. Tanaman salak pondoh juga tidak tahan terhadap sinar matahari langsung yang dapat mengakibatkan daunnya menjadi kekuning-kuningan dan pucuknya mengering, sehingga tanaman ini membutuhkan intensitas cahaya matahari sekitar 30 sampai 70 persen, karena itu salak pondoh umunya ditanam dibawah naungan, baik pohon pelindung atau peneduh maupun tanaman tumpang sari untuk mengurangi transiprasi dan evaporasi (Santoso, 1990 dan Purnomo, 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar