MENUMPAS GEROMBOLAN PENGACAU
RADEN INU KERTAPATI dan rombongannya bergerak meninggalkan Asmarantaka, menuju tempat-tempat yang diperkirakan menjadi tujuan Panji Semirang dan kelompoknya. Namun ternyata amat sulit menemuinya. Karena tidak mempunyai petunjuk dan jejak kepergian Panji Semirang itu.
Mencari Panji Semirang tak
beda bagaikan mencari sepotong jarum dalam tumpukan jerami. Selain sulit juga
gelap. Namun Raden Inu Kertapati tidak berputus asa. Setiap sampai ke sebuah
tempat, lalu didirikanlah perkemahan. Kemudian disebarkanlah para abdi
setianya, yang mempunyai keahlian sebagai penyelidik.
“Kalian telusuri setiap
jengkal kawasan di delapan penjuru angin. Selidikilah dengan seksama, dimana
Panji Semirang berada,” kata Raden Inu Kertapati kepada para abdinya.
Namun Panji Semirang
seolah-olah telah lenyap dari muka bumi. Tak ada kabar beritanya maupun
jejaknya. Meskipun pencarian telah semakin jauh, sampai ke negeri-negeri
tetangga.
Telah berbulan-bulan
pencarian dilaksanakan, namun Panji Semirang tetap tak dapat ditemukan. Raden
Inu Kertapati pun tampaknya mulai payah, meskipun semangatnya tetap tak kunjung
kendur. Akhirnya sampailah ke negeri Gagelang.
Raja di kerajaan Gagelang
masih mempunyai hubungan keluarga dengan Raja Kuripan. Kedatangan Raden Inu
Kertapati disambut dengan penuh kekeluargaan, diterima dengan hangat.
Setelah beberapa hari
tinggal di Gagelang, Raden Inu Kertapati melihat adanya suatu keresahan sedang
melanda Raja Gagelang itu. Dengan bijaksana, lalu ditanyakan sebab-sebabnya.
“Raden, sebenarnya Gagelang
ini sedang diancam bahaya. Terutama di bagian pinggir kerajaan, keadaannya
selalu dibayangi ketakutan yang seperti tak akan ada akhirnya,” kata Raja
Gagelang.
“Apakah penyebabnya?” tanya
Raden Inu Kertapati.
“Gerombolan yang dipimpin
Lasan dan Pundak Setegal sedang merajalela. Sangat kejam dan ganas. Sampai saat
ini telah banyak korban yang jatuh, harta maupun nyawa. Perajurit kerajaan
telah dikerahkan untuk menumpasnya, tetapi selalu gagal"
“Oh, ya? Berapa besar
kekuatan gerombolan itu?”
“Sangat besar dan kuat.
Lagipula mereka sangat licin.”
Raden Inu Kertapati berpikir
sebentar. Lalu timbullah niat untuk menolong Raja Gagelang itu. Ingin menumpas
gerombolan yang dipimpin Lasan dan Pundak Setegal itu. Setelah berhasil
menumpas gerombolan itu, mencari Panji Semirang pun akan dilanjutkan kembali.
Ketika Raja Gagelang
mendengar niat Raden Inu Kertapati itu, hatinya sangat gembira.
“Namun dalam penumpasan
gerombolan itu, saya pun memerlukan bantuan dari perajurit Gagelang sendiri,”
kata Raden Inu Kertapati.
Tampaknya perajurit Raden
Inu Kertapati berhasil mendesak gerombolan itu tanpa menderita korban yang
berarti.’
Lasan dan Pundak Setegal
menjadi panik, melihat anak buahnya terdesak. Lalu memerintahkan agar mundur,
sambil tetap melancarkan perlawanan. Tapi ternyata, mundur pun sia-sia.
Perajurit Raden Inu Kertapati telah menghadang pula di belakang. Seolah-olah
setiap arah telah ditempati perajurit-perajurit Raden Inu Kertapati. Sehingga
gerombolan benar-benar terkurung rapat dan terdesak terus. Korban pun
berjatuhan semakin banyak. Darah membanjir di antara gelimpangan korban.
Raden Inu Kertapati meloncat
ke depan Lasan dan Pundak Setegal. Tentu saja disambut dengan keheranan,
sebab pemimpin gerombolan itu belum
melihat satrya itu sebelumnya.
“Siapa engkau?” tanya Lasan.
“Namaku Inu Kertapati dari
Kahuripan!” jawab Raden Inu Kertapati.
“Dari Kuripan? Apa urusanmu
berdiri di pihak Gagelang?”
“Raja Kuripan dan Gagelang
masih bersaudara, jadi apa salahnya kalau aku ikut membereskan kekacauan akibat
ulah tangan-tangan kalian yang kotor itu?”
“Inu Kertapati, meskipun
anak buahku telah terdesak tetapi jangan harap akan dapat mengungguli kami.
Segeralah menyingkir!”
"Perintahkan anak
buahmu menghentikan perlawanannya yang sia-sia itu. Marilah kita selesaikan
urusan kita ini, hanya aku dan kalian!”
Lasan dan Pundak Setegal
saling berpandangan dengan geram.
“Cepat perintahkan anak
buahmu menghentikan perlawanannya, mereka hanya akan mati sia-sia!” desak Raden
Inu Kertapati.
Tetapi Lasan dan Pundak
Setegal yang telah menghunus senjatanya masing-masing, tidak mengindahkan
desakan Raden Inu Kertapati itu. Bahkan dengan bersamaan segera menyerang,
sambil berteriak sangat nyaring.
Raden Inu Kertapati yang
tetap waspada, tidak gentar sedikit pun. Dengan gesit segera menyambut serangan
kedua pemimpin gerombolan itu. Maka terjadilah pertarungan satu lawan dua yang
sangat sengit. Sementara itu anak buah gerombolan yang jumlahnya semakin
menipis, telah kehilangan semangatnya. Mereka lalu menyerah. Dan kemudian
menyaksikan pertarungan sengit antara Raden Inu Kertapati melawan Lasan dan
Pundak Setegal.
Lasan dan Pundak Setegal
membabad tubuh lawannya dengan gencar dan berubah-ubah. Mereka bertindak dengan
kompak dan cepat. Menikam dan membacok dengan gencar dan beruntun. Keris di
tangan masing-masing berkelebat, berdesing ketika menikam. Tetapi sejauh itu,
Raden Inu Kertapati tetap tangguh. Tubuhnya berkelit, mengelak dengan lincah.
Tak selembar rambut pun terkenai senjata lawan.
Semakin lama, pertarungan
semakin sengit. Namun nampaknya tetap seimbang, meskipun dua lawan satu. Bahkan
kelihatannya Raden Inu Kertapati berada di atas angin. Bukan saja dapat
mengimbangi tetapi juga mulai dapat mendesak kedua lawannya. Tubuhnya bergerak
sangat cepat, hampir tak dapat dilihat dengan pandangan biasa. Kadang-kadang
membuat gerak tipuan, membuat kedua lawannya terkecoh.
Akhirnya Lasan dan Pundak
Setegal kepayahan, sedang Raden Inu Kertapati masih tetap segar. “Lasan dan
Pundak Setegal, menyerahlah kalian!” bentak Raden Inu Kertapati.
Tetapi Lasan dan Pundak
Setegal tetap tidak mengindahkan peringatan Raden Inu Kertapati itu. Tetap
berusaha membunuh Raden Inu Kertapati dengan sisa tenaganya. Mereka mengambil
posisi di samping kiri dan kanan Raden Inu Kertapati, berniat melancarkan
tikaman dari dua arah dengan serentak. Taktik semacam itu sering dilancarkan
apabila telah terdesak, dan biasanya tidak pernah gagal.
Namun Raden Inu Kertapati
cukup terlatih. Ia selalu dapat menebak taktik lawan, berkat ketajaman matanya.
Ketika kedua lawannya telah berada di sisi kiri dan kanannya, dan kemudian
melancarkan tikaman dengan serentak, Raden Inu Kertapati meloncat ke atas.
Bagai hendak menggapai langit. Tubuhnya melesat sangat cepat. Sementara di
bawahnya, kedua lawannya saling menikam dengan cepat. Tikaman-tikaman mereka
hanya menghantam angin kosong, di bawah tubuh Raden Inu Kertapati. Dan sebelum
mereka menarik tikamannya yang gagal, kedua kaki Raden Inu Kertapati mengayun
cepat menghantam kepala kedua lawannya.
Lasan dan Pundak Setegal
menjerit, kepala masing-masing bagai dihantam gada yang kokoh. Tubuhnya saling
tersentak ke muka, dan saling membentur dengan keras. Sementara senjata di
tangan masing-masing yang masih terhunus, tanpa mereka kehendaki, saling
menikam. Keris di tangan Lasan menikam tubuh Pundak Setegal, dan keris di
tangan Pundak Setegal menikam tubuh Lasam. Kejadian itu berlangsung sangat
cepat.
Akhirnya Lasan dan Pundak Setegal kepayahan, sedang Raden Inu Kertapati masih tetap segar. “Lasan dan Pundak Setegal, menyerahlah kalian! “bentak Raden Inu Kertapati.
Ketika Raden Inu Kertapati
menukik dan mendaratkan kedua kakinya, Lasan dan Pundak Setegal pun roboh
dengan bersamaan. Tanpa jeritan, karena kedua pemimpin gerombolan itu langsung
mati, tertikam senjata kawannya sendiri.
Perajurit Raden Inu Kertapati bersorak. Sangat
gembira, karena kemenangan di tangan mereka..................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar