Jumat, 11 Januari 2013

Panji Semirang 1


PANJI SEMIRANG


RADEN INU Kertapati putera Raja Kuripan, telah sejak lama dipertunangkan dengan Dewi Candra Kirana, puteri Raja Daha. Mereka merupakan pasangan yang serasi. Yang putera sangat tampan, gagah dan perkasa. Sedangkan yang puteri sangat elok dan rupawan.
Sebagai cindera mata, Raden Inu Kertapati sering sekali mengirimkan hadiah-hadiah bagi kekasihnya itu. Terakhir kalinya berupa sepasang boneka, yang masing-masing terbuat dari emas dan perak. Yang dari emas dibuat sangat bersahaja, sehingga tampaknya seperti asal jadi. Sedangkan yang dari perak, dibuat sangat indah dengan dipenuhi ukiran yang antik.
Beberapa bulan kemudian, Raden Inu Kertapati telah sangat rindu kepada kekasihnya itu. Ia pun lalu meminta ijin kepada ayahandanya, untuk mengunjungi Dewi Candra Kirana di Daha. Disamping ingin melepaskan kerinduannya, ia pun ingin tahu, yang manakah dari kedua boneka kirimannya itu yang paling disayangi kekasihnya.
Setelah mendapat ijin dan restu ayahandanya, Raden Inu Kertapati pun berangkat ke Daha. Diiringi rombongan pengawal dan perbekalan yang lengkap. Tetapi aneh. Sejak berangkat meninggalkan istana Kuripan, hatinya selalu cemas dan gelish tanpa sebab. Semakin jauh meninggalkan Istana, kecemasan dan kegelisahannya semakin menjadi-jadi. Seandainya saja tidak disertai kerinduan, sebenarnya Raden Inu Kertapati ingin membatalkan niatnya itu.
Ketika hampir tiba di tengah perjalanan, tiba-tiba didapat berita, bahwa di kawasan antara Daha dan Kuripan sedang dilanda kekacauan. Konon gerombolan dari Asmarantaka yang dipimpin oleh Panji Semirang, sedang merajalela. Menculiki orang-orang dan merampasi harta bendanya. Mendengar berita buruk itu, hampir segenap angota rombongan Raden Inu Kertapati menjadi takut. Tetapi Raden Inu Kertapati segera menenangkan rombongannya, bahkan diperintahkannya agar tetap melanjutkan perjalanan sambil berwaspada sepenuhnya.
Raden Inu Kertapati tidak merasa gentar, bahkan sangat penasaran. Siapa sebenarnya Panji Semirang yang berani mengacau di kawasan antara kerajaan Daha dan dan Kuripan itu?
Orang-orang yang pernah diculik gerombolan Panji Semirang tidak pernah pulang kembali, demikian berita yang didengar selanjutnya. Tetapi hal itu justeru semakin mengundang kepenasaranan Raden Inu Kertapati.
Ketika rombongan Raden Inu Kertapati tiba di pertengahan jarak antara Daha dan Kuripan, tiba-tiba gerombolan Panji Semirang menghadangnya. Namun anehnya, penghadangnya tidak disertai dengan sikap seperti hendak menyerang. Lebih mirip sebagai penyambutan. Tak terlihat tanda-tanda keangkeran yang akan berlanjut dengan tindakan kekerasan. Hal itu membuat Raden Inu Kertapati semakin keheranan.
Dua orang punggawa maju ke depan, mendekati Raden Inu Kertapati. Mereka mengaku bernama Kuda Perwira dan Kuda Peranca, orang-orang yang paling dekat dengan Panji Semirang. Dan mempersilahkan Raden Inu Kertapati untuk menemui Panji Semirang.
Dengan tidak merasa gentar sedikit pun tetapi tetap waspada, Raden Inu Kertapati segera menuju sebuah bangunan di tengah-tengah bangunan yang tampaknya masih baru. Disambut oleh seorang satrya yang tampan dan  perkasa, yang tindak-tanduknya lemah lembut.
“Selamat datang di Asmarantaka, wahai Raden yang mulia,” kata satrya itu sambil mempersilahkan duduk.
“Siapakah Anda?” tanya Raden Inu. Seraya duduk sambil tetap memperhatikan satrya itu. Rasanya seperti pernah berjumpa. Tapi entah dimana dan kapan. Juga tadi, ketika melihat wajah-wajah Kuda Peranca dan Kuda Perwira rasanya pernah mengenalnya. Raden Inu berpikir  keras mengingat-ingatnya. Tapi sayang sekali. Tetap tidak ingat,        dimana dan kapan pernah melihat dan mengenalinya.
Panji Semirang? Inikah tampang orang yang dikabarkan sebagai pemimpin gerombolan yang mengacau di kawasan antara Daha dan Kahuripan itu? Sedikit pun tak  telihat sikap-sikap kekerasannya. Justeru sebaliknya, Sangat lemah lembut dan halus. Mungkinkah kabar yang didengar itu bertolak belakang dengan kenyataannya?
“Panji Semirang, darimanakah asal Anda?” tanya Raden Inu Kertapati.
“Dari sini, dari Asmarantaka.”
“Oh, ya? Jadi tempat ini bernama Asmarantaka? Rasanya sangat aneh. Dulu tempat ini hanya hutan belantara yang subur, yang hanya dihuni binatang-binatang buas.”
“Benar sekali. Tetapi disini sekarang berdiri telah pemukiman yang bernama Asmarantaka. Sayalah yang menjadi peguasanya,”
“Hmmm, sungguh tak disangka. Lalu apa maksud tindakan Anda, yang konon sering menculik orang-orang yang berlalu-lalang di tempat ini?”
“Maaf Raden, Anda salah dengar. Sebenarnya kami tidak menculik. Tetapi mengajak setiap orang untuk bermukim disini. Tidak ada paksaan, tetapi kebanyakan orang senang disini dan menjadi warga Asmarantaka. Sebagian besar warga kami adalah orang-orang Daha.”
“Hmm. Lalu apa maksud Anda menghadang rombongan kami?”
“Maaf Raden, kami bukan menghadang. Tetapi hanya memperslaahkan rombongan Raden untuk singgah. Maklum, Raden telah memasuki wilayah kami.”
“Oh ya? Lalu?”
“Karena Raden telah memasuki wilayah kami, sepatutnyalah kami mengetahui apa tujuan Raden.”
“Saya sedang menuju ke Daha.”
“Untuk?”
“Untuk menemui kekasih saya, Dewi Candra Kirana puteri raja Daha.”
Panji Semirang menunduk pelahan. Namun Raden Inu Kertapati dapat melihat, rona merah membaur di seputar wajah Panji Semirang.
“Oh, tentunya kekasih Raden itu sangat cantik?” kata Panji Semirang, sambil tetap menunduk.
“Anda belum pernah melihatnya?”
“Belum.”
“Aneh. Padahal Dewi Candra Kirana sangat terkenal sampai ke negeri yang agak jauh.”
Tentunya Dewi Candra Kirana sangat berbahagia, mempunyai calon pendamping yang segagah dan setampan Raden.”
“Kami telah dipertunangkan sejak kecil.”
“Raden benar-benar mencintai Dewi Candra Kirana itu?”
“Tentu saja saya sangat mencintainya.”
“Kalau tidak salah di Daha ada dua orang puteri?”
“Betul, yang kesatu adalah Dewi Candra Kirana calon isteri saya. Yang kedua adalah dinda Dewi Ajeng, puteri dari selir Raja Daha itu.”
“Cantik manakah Dewi Candra Kirana dan Dewi Ajeng?”
“Bagi saya di dunia ini hanya Dewi Candra Kirana seorang yang paling cantik.”
“Apakah Raden tidak salah pilih?”
“Tidak.”
“Mengapa tidak memilih Dewi Ajeng?”
“Pilihan saya telah jatuh pada Dewi Candra Kirana!”
Raden Inu Kertapati tiba-tiba merasa curiga. Jangan-jangan Panji Semirang menaruh hati kepada Dewi Candra Kirana.
“Seandainya Raden harus memilih Dewi Ajeng, bagaimana?” tanya Panji Semirang.
Raden Inu Kertapati menghela napas yang dalam. Pandangannya menusuk sangat dalam, penuh curiga pada diriPanji Semirang.
“Bagi saya tak ada pilihan lain, kecuali Dewi Candra Kirana. Tak bisa diganti atau diimbangi lain dewi. Aneh sekali pertanyaan Anda itu, apakah maksudnya?” kata Raden Inu Kertapati.
“Maaf Raden, saya telah bertanya terlalu jauh. Janganlah Raden menjadi marah,” kata Panji Semirang.
“Panji Semirang, saya tidak bisa berlama-lama disini. Saya harus segera ke Daha. Dewi Candra Kirana tentu telah menanti saya, Ijinkan saya meneruskan perjalanan.”
“O, tentu saja, Raden. Saya hanya sekedar ingin melihat dan berkenalan dengan Raden yang sangat terkenal. Kini semuanya sudah saya dapatkan. Tentu saja saya tidak akan menghambat perjalanan Raden. Silahkan, semoga Raden sampan di Daha tanpa suatu halangan. Dan sampaikan salam perkenalan saya buat Dewi Candra Kirana.”
Kemudian Raden Inu Kertapati dan rombongan meneruskan perjalanannya ke Daha. Tetapi di sepanjang perjalanan, hatinya tetap bertanya-tanya tentang diri Panji Semirang yang dianggapnya bersikap sangat aneh itu.
Panji Semirang tidak sejahat dan sekejam seperti yang diberitakan orang, pikir Raden Inu Kertapati. Tetapi wajah dan gerak-geriknya, sungguh, membuat Raden Inu Kertapati kebingungan. Rasanya sangat kenal. Pernah intim. Tetapi dimana dan kapan?

“Panji Semirang, saya tidak bisa berlama-lama disini. Saya harus segera ke Daha. Dewi Candra Kirana tentu telah menanti saya, Ijinkan saya meneruskan perjalanan.”

“Panji Semirang, saya tidak bisa berlama-lama disini. Saya harus segera ke Daha. Dewi Candra Kirana tentu telah menanti saya, Ijinkan saya meneruskan perjalanan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar