Minggu, 13 Januari 2013

Menumpas Gerombolan Pengacau

MENUMPAS GEROMBOLAN PENGACAU

RADEN INU KERTAPATI dan rombongannya bergerak meninggalkan Asmarantaka, menuju tempat-tempat yang diperkirakan menjadi tujuan Panji Semirang dan kelompoknya. Namun ternyata amat sulit menemuinya. Karena tidak mempunyai petunjuk dan jejak kepergian Panji Semirang itu.
Mencari Panji Semirang tak beda bagaikan mencari sepotong jarum dalam tumpukan jerami. Selain sulit juga gelap. Namun Raden Inu Kertapati tidak berputus asa. Setiap sampai ke sebuah tempat, lalu didirikanlah perkemahan. Kemudian disebarkanlah para abdi setianya, yang mempunyai keahlian sebagai penyelidik.
“Kalian telusuri setiap jengkal kawasan di delapan penjuru angin. Selidikilah dengan seksama, dimana Panji Semirang berada,” kata Raden Inu Kertapati kepada para abdinya.
Namun Panji Semirang seolah-olah telah lenyap dari muka bumi. Tak ada kabar beritanya maupun jejaknya. Meskipun pencarian telah semakin jauh, sampai ke negeri-negeri tetangga.
Telah berbulan-bulan pencarian dilaksanakan, namun Panji Semirang tetap tak dapat ditemukan. Raden Inu Kertapati pun tampaknya mulai payah, meskipun semangatnya tetap tak kunjung kendur. Akhirnya sampailah ke negeri Gagelang.
Panji Semirang tetap tak dapat ditemukan. Raden Inu Kertapati pun tampak mulai payah, meskipun semangatnya tetap tak kunjung kendur. Akhirnya sampailah ke negeri Gagelang.
Raja di kerajaan Gagelang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Raja Kuripan. Kedatangan Raden Inu Kertapati disambut dengan penuh kekeluargaan, diterima dengan hangat.
Setelah beberapa hari tinggal di Gagelang, Raden Inu Kertapati melihat adanya suatu keresahan sedang melanda Raja Gagelang itu. Dengan bijaksana, lalu ditanyakan sebab-sebabnya.
“Raden, sebenarnya Gagelang ini sedang diancam bahaya. Terutama di bagian pinggir kerajaan, keadaannya selalu dibayangi ketakutan yang seperti tak akan ada akhirnya,” kata Raja Gagelang.
“Apakah penyebabnya?” tanya Raden Inu Kertapati.
“Gerombolan yang dipimpin Lasan dan Pundak Setegal sedang merajalela. Sangat kejam dan ganas. Sampai saat ini telah banyak korban yang jatuh, harta maupun nyawa. Perajurit kerajaan telah dikerahkan untuk menumpasnya, tetapi selalu gagal"
“Oh, ya? Berapa besar kekuatan gerombolan itu?”
“Sangat besar dan kuat. Lagipula mereka sangat licin.”
Raden Inu Kertapati berpikir sebentar. Lalu timbullah niat untuk menolong Raja Gagelang itu. Ingin menumpas gerombolan yang dipimpin Lasan dan Pundak Setegal itu. Setelah berhasil menumpas gerombolan itu, mencari Panji Semirang pun akan dilanjutkan kembali.
Ketika Raja Gagelang mendengar niat Raden Inu Kertapati itu, hatinya sangat gembira.
“Namun dalam penumpasan gerombolan itu, saya pun memerlukan bantuan dari perajurit Gagelang sendiri,” kata Raden Inu Kertapati.
Tampaknya perajurit Raden Inu Kertapati berhasil mendesak gerombolan itu tanpa menderita korban yang berarti.’
Lasan dan Pundak Setegal menjadi panik, melihat anak buahnya terdesak. Lalu memerintahkan agar mundur, sambil tetap melancarkan perlawanan. Tapi ternyata, mundur pun sia-sia. Perajurit Raden Inu Kertapati telah menghadang pula di belakang. Seolah-olah setiap arah telah ditempati perajurit-perajurit Raden Inu Kertapati. Sehingga gerombolan benar-benar terkurung rapat dan terdesak terus. Korban pun berjatuhan semakin banyak. Darah membanjir di antara gelimpangan korban.
Raden Inu Kertapati meloncat ke depan Lasan dan Pundak Setegal. Tentu saja disambut dengan keheranan, sebab  pemimpin gerombolan itu belum melihat satrya itu sebelumnya.
“Siapa engkau?” tanya Lasan.
“Namaku Inu Kertapati dari Kahuripan!” jawab Raden Inu Kertapati.
“Dari Kuripan? Apa urusanmu berdiri di pihak Gagelang?”
“Raja Kuripan dan Gagelang masih bersaudara, jadi apa salahnya kalau aku ikut membereskan kekacauan akibat ulah tangan-tangan kalian yang kotor itu?”
“Inu Kertapati, meskipun anak buahku telah terdesak tetapi jangan harap akan dapat mengungguli kami. Segeralah menyingkir!”
"Perintahkan anak buahmu menghentikan perlawanannya yang sia-sia itu. Marilah kita selesaikan urusan kita ini, hanya aku dan kalian!”
Lasan dan Pundak Setegal saling berpandangan dengan geram.
“Cepat perintahkan anak buahmu menghentikan perlawanannya, mereka hanya akan mati sia-sia!” desak Raden Inu Kertapati.
Tetapi Lasan dan Pundak Setegal yang telah menghunus senjatanya masing-masing, tidak mengindahkan desakan Raden Inu Kertapati itu. Bahkan dengan bersamaan segera menyerang, sambil berteriak sangat nyaring.
Raden Inu Kertapati yang tetap waspada, tidak gentar sedikit pun. Dengan gesit segera menyambut serangan kedua pemimpin gerombolan itu. Maka terjadilah pertarungan satu lawan dua yang sangat sengit. Sementara itu anak buah gerombolan yang jumlahnya semakin menipis, telah kehilangan semangatnya. Mereka lalu menyerah. Dan kemudian menyaksikan pertarungan sengit antara Raden Inu Kertapati melawan Lasan dan Pundak Setegal.
Lasan dan Pundak Setegal membabad tubuh lawannya dengan gencar dan berubah-ubah. Mereka bertindak dengan kompak dan cepat. Menikam dan membacok dengan gencar dan beruntun. Keris di tangan masing-masing berkelebat, berdesing ketika menikam. Tetapi sejauh itu, Raden Inu Kertapati tetap tangguh. Tubuhnya berkelit, mengelak dengan lincah. Tak selembar rambut pun terkenai senjata lawan.
Semakin lama, pertarungan semakin sengit. Namun nampaknya tetap seimbang, meskipun dua lawan satu. Bahkan kelihatannya Raden Inu Kertapati berada di atas angin. Bukan saja dapat mengimbangi tetapi juga mulai dapat mendesak kedua lawannya. Tubuhnya bergerak sangat cepat, hampir tak dapat dilihat dengan pandangan biasa. Kadang-kadang membuat gerak tipuan, membuat kedua lawannya terkecoh.
Akhirnya Lasan dan Pundak Setegal kepayahan, sedang Raden Inu Kertapati masih tetap segar. “Lasan dan Pundak Setegal, menyerahlah kalian!” bentak Raden Inu Kertapati.
Tetapi Lasan dan Pundak Setegal tetap tidak mengindahkan peringatan Raden Inu Kertapati itu. Tetap berusaha membunuh Raden Inu Kertapati dengan sisa tenaganya. Mereka mengambil posisi di samping kiri dan kanan Raden Inu Kertapati, berniat melancarkan tikaman dari dua arah dengan serentak. Taktik semacam itu sering dilancarkan apabila telah terdesak, dan biasanya tidak pernah gagal.
Namun Raden Inu Kertapati cukup terlatih. Ia selalu dapat menebak taktik lawan, berkat ketajaman matanya. Ketika kedua lawannya telah berada di sisi kiri dan kanannya, dan kemudian melancarkan tikaman dengan serentak, Raden Inu Kertapati meloncat ke atas. Bagai hendak menggapai langit. Tubuhnya melesat sangat cepat. Sementara di bawahnya, kedua lawannya saling menikam dengan cepat. Tikaman-tikaman mereka hanya menghantam angin kosong, di bawah tubuh Raden Inu Kertapati. Dan sebelum mereka menarik tikamannya yang gagal, kedua kaki Raden Inu Kertapati mengayun cepat menghantam kepala kedua lawannya.
Lasan dan Pundak Setegal menjerit, kepala masing-masing bagai dihantam gada yang kokoh. Tubuhnya saling tersentak ke muka, dan saling membentur dengan keras. Sementara senjata di tangan masing-masing yang masih terhunus, tanpa mereka kehendaki, saling menikam. Keris di tangan Lasan menikam tubuh Pundak Setegal, dan keris di tangan Pundak Setegal menikam tubuh Lasam. Kejadian itu berlangsung sangat cepat.
Akhirnya Lasan dan Pundak Setegal kepayahan, sedang Raden Inu Kertapati masih tetap segar. “Lasan dan Pundak Setegal, menyerahlah kalian! “bentak Raden Inu Kertapati.
Akhirnya Lasan dan Pundak Setegal kepayahan, sedang Raden Inu Kertapati masih tetap segar. “Lasan dan Pundak Setegal, menyerahlah kalian! “bentak Raden Inu Kertapati.

Ketika Raden Inu Kertapati menukik dan mendaratkan kedua kakinya, Lasan dan Pundak Setegal pun roboh dengan bersamaan. Tanpa jeritan, karena kedua pemimpin gerombolan itu langsung mati, tertikam senjata kawannya sendiri.
Perajurit Raden Inu Kertapati bersorak. Sangat gembira, karena kemenangan di tangan mereka..................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar