Di Jepang, Sapi Bali Untuk Antisipasi Efek Pemanasan Global
AyoGitaBisa.com - Mulyadi, salah seorang peternak sapi di Desa Ngabar, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto mengaku tahu betul ciri-ciri sapi betina yang cocok untuk dijadikan indukan. Menurutnya, indukan sapi betina tidak perlu bagus, yang diperlukan adalah babon cetak atau yang bisa menurunkan anak bagus dari induk jantannya.
Pengalaman selama bertahun-tahun merawat sapi membuatnya yakin bahwa sapi dari limosin dan simental tidak bagus untuk dijadikan induk betina. Yang bagus menurutnya adalah jenis sapi Jawi, sapi Bali, atau persilangan sapi Jawi dan simental atau sapi jawi dengan limosin.
Mulyadi menuturkan bahwa sapi lokal makanannya tidak banyak. Ia bisa makan rumput yang kondisinya tidak bagus. Sapi lokal juga tahan terhadap kondisi iklim yang panas. Dan, yang paling penting bagi seorang peternak kecil, sapi lokal mudah bunting saat dikawin suntik atau IB.
"Saya pernah beberapa kali punya indukan sapi betina simental yang besar dan bagus, tapi susah sekali buntingnya. Pengalaman seperti ini bukan hanya saya, tapi peternak yang lain juga sudah hafal itu," ungkapnya.
Sapi dari jenis simental dan limosin, menurut Mulyadi justru paling banyak saat pemerintah membuka import dari Australia. Sapi dari Australia menurutnya tidak cocok untuk indukan.
Kalau untuk dibesarkan lalu dipotong memang tidak apa-apa, tapi jika untuk indukan betina, itu yang akan merugikan petani kecil. Beberapa program pemerintah, salah satunya yang bernama Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), menurut Mulyadi juga pernah mengalami kegagalan di Madiun, Jawa Timur.
Sapi-sapi betina yang didatangkan dari Australia dalam kondisi bunting, setelah melahirkan anak pertama tidak bisa bunting lagi. Kondisi anaknya juga tidak bagus alias kuntet. Dinas terkait menurut Mulyadi malah cuci tangan dengan mengatakan bahwa ada perawatan peternak yang salah terhadap sapi-sapi bunting dari Australia tersebut.
Sementara itu, para ahli peternakan mengakui jika kondisi di Australia dan Indonesia tidak sama. Tidak hanya soal suhu, namun juga soal model kandangnya. Di Australia sapi-sapi itu dilepas di padang rumput yang luas. Sementara di sini, sapi-sapi itu diikat dan dikandangkan, itu yang membuat sapi stress dan akhirnya mempengaruhi pertumbuhannya.
Udianto, salah seorang petugas IB di Kabupaten Mojokerto mengakui bahwa sapi jenis limosin dan simental tidak bagus untuk dijadikan indukan betina. Karena itu ia dan kawan-kawan di Dinas Peternakan Mojokerto, sering memberikan pengertian pada para peternak kecil agar memelihara indukan sapi betina yang sesuai dengan kondisi iklim dan makanan yang tersedia di suatu daerah.
"Pengalaman saya di lapangan, justru indukan yang berasal dari betina jenis lokal yang melahirkan pedetan (anak) bagus dan mudah sekali bunting. Bahkan, dalam kondisi induk betina masih menyusui anak, saat dikawin suntik sapi itu masih bisa bunting," jelasnya.
Jika sudah punya indukan yang mudah bunting, justru yang paling penting menurut Udianto adalah bibit jantan yang akan dikawinsuntikan. Indukan betina yang bagus, dikawinsuntik dengan bibit pejantan dari jenis apa saja, biasanya hasilnya pasti akan melahirkan pedet yang super dan baru beberapa bulan harganya sudah tinggi.
Sapi dari jenis lokal, yang cocok untuk dijadikan indukan betina menurut Udianto salah satunya adalah sapi Bali. Selain asli Indonesia, sapi ini juga dipercaya beberapa hotel ternama di Indonesia mempunyai kelebihan dalam hal rasa yang tidak dimiliki daging dari jenis sapi lain. Sapi Bali sendiri banyak terdapat di daerah Indonesia Timur, di Pulau Bali, dan meski tidak terlalu banyak, di Pulau Jawa bagian timur, seperti Jember, Situbondo, dan Banyuwangi, juga banyak peternak yang memelihara secara tradisional.
Jepang dan Malaysia, menurut Udianto juga pernah meminta izin mengimpor sapi Bali untuk dikembangkan di sana. Jepang tampaknya sudah mengantisipasi pemanasan global, yang ada dugaan sapi di sana yang berbulu tebal akan dikawinsilangkan dengan sapi Bali. Malaysia tampaknya juga telah melakukan langkah yang jauh, yakni investasi penelitian di bidang pertanian dan perternakan. Bahkan, untuk kelapa sawit, Malaysia sebenarnya telah merajai.
Nah, kita bangsa Indonesia, entahlah! Bahkan, terhadap kekayaan sendiri, seperti sapi Bali, kita terkadang abai dan baru ramai setelah negara lain mengklaim atau mengembangkannya.
Pengalaman selama bertahun-tahun merawat sapi membuatnya yakin bahwa sapi dari limosin dan simental tidak bagus untuk dijadikan induk betina. Yang bagus menurutnya adalah jenis sapi Jawi, sapi Bali, atau persilangan sapi Jawi dan simental atau sapi jawi dengan limosin.
Mulyadi menuturkan bahwa sapi lokal makanannya tidak banyak. Ia bisa makan rumput yang kondisinya tidak bagus. Sapi lokal juga tahan terhadap kondisi iklim yang panas. Dan, yang paling penting bagi seorang peternak kecil, sapi lokal mudah bunting saat dikawin suntik atau IB.
"Saya pernah beberapa kali punya indukan sapi betina simental yang besar dan bagus, tapi susah sekali buntingnya. Pengalaman seperti ini bukan hanya saya, tapi peternak yang lain juga sudah hafal itu," ungkapnya.
Sapi dari jenis simental dan limosin, menurut Mulyadi justru paling banyak saat pemerintah membuka import dari Australia. Sapi dari Australia menurutnya tidak cocok untuk indukan.
Kalau untuk dibesarkan lalu dipotong memang tidak apa-apa, tapi jika untuk indukan betina, itu yang akan merugikan petani kecil. Beberapa program pemerintah, salah satunya yang bernama Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), menurut Mulyadi juga pernah mengalami kegagalan di Madiun, Jawa Timur.
Sapi-sapi betina yang didatangkan dari Australia dalam kondisi bunting, setelah melahirkan anak pertama tidak bisa bunting lagi. Kondisi anaknya juga tidak bagus alias kuntet. Dinas terkait menurut Mulyadi malah cuci tangan dengan mengatakan bahwa ada perawatan peternak yang salah terhadap sapi-sapi bunting dari Australia tersebut.
Sementara itu, para ahli peternakan mengakui jika kondisi di Australia dan Indonesia tidak sama. Tidak hanya soal suhu, namun juga soal model kandangnya. Di Australia sapi-sapi itu dilepas di padang rumput yang luas. Sementara di sini, sapi-sapi itu diikat dan dikandangkan, itu yang membuat sapi stress dan akhirnya mempengaruhi pertumbuhannya.
Udianto, salah seorang petugas IB di Kabupaten Mojokerto mengakui bahwa sapi jenis limosin dan simental tidak bagus untuk dijadikan indukan betina. Karena itu ia dan kawan-kawan di Dinas Peternakan Mojokerto, sering memberikan pengertian pada para peternak kecil agar memelihara indukan sapi betina yang sesuai dengan kondisi iklim dan makanan yang tersedia di suatu daerah.
"Pengalaman saya di lapangan, justru indukan yang berasal dari betina jenis lokal yang melahirkan pedetan (anak) bagus dan mudah sekali bunting. Bahkan, dalam kondisi induk betina masih menyusui anak, saat dikawin suntik sapi itu masih bisa bunting," jelasnya.
Jika sudah punya indukan yang mudah bunting, justru yang paling penting menurut Udianto adalah bibit jantan yang akan dikawinsuntikan. Indukan betina yang bagus, dikawinsuntik dengan bibit pejantan dari jenis apa saja, biasanya hasilnya pasti akan melahirkan pedet yang super dan baru beberapa bulan harganya sudah tinggi.
Sapi dari jenis lokal, yang cocok untuk dijadikan indukan betina menurut Udianto salah satunya adalah sapi Bali. Selain asli Indonesia, sapi ini juga dipercaya beberapa hotel ternama di Indonesia mempunyai kelebihan dalam hal rasa yang tidak dimiliki daging dari jenis sapi lain. Sapi Bali sendiri banyak terdapat di daerah Indonesia Timur, di Pulau Bali, dan meski tidak terlalu banyak, di Pulau Jawa bagian timur, seperti Jember, Situbondo, dan Banyuwangi, juga banyak peternak yang memelihara secara tradisional.
Jepang dan Malaysia, menurut Udianto juga pernah meminta izin mengimpor sapi Bali untuk dikembangkan di sana. Jepang tampaknya sudah mengantisipasi pemanasan global, yang ada dugaan sapi di sana yang berbulu tebal akan dikawinsilangkan dengan sapi Bali. Malaysia tampaknya juga telah melakukan langkah yang jauh, yakni investasi penelitian di bidang pertanian dan perternakan. Bahkan, untuk kelapa sawit, Malaysia sebenarnya telah merajai.
Nah, kita bangsa Indonesia, entahlah! Bahkan, terhadap kekayaan sendiri, seperti sapi Bali, kita terkadang abai dan baru ramai setelah negara lain mengklaim atau mengembangkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar