A. Berdirinya Majapahit
Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran
Kertarajasa. Berlokasi semula di Candi Simping, Blitar, kini menjadi koleksi
Museum Nasional Republik Indonesia.
Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan
pada tahun 1290, Singhasari menjadi kerajaan paling kuat di wilayah tersebut.
Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia
mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti.
Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar
upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong
telinganya. Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa
tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah membunuh
Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan
kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden
Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa
baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa
"pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya
bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden
Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik
pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di teritori
asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin
muson agar dapat pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di
pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu pada tanggal
10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana.
Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa,
termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan
tersebut tidak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah
yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang terpercaya raja, agar
ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian
pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu
dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara, adalah penguasa yang jahat
dan amoral. Ia digelari Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah".
Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu
Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih
mengundurkan diri dari istana dan menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk
anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit.
Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar
dan terkenal di daerah tersebut. Tribhuwana menguasai Majapahit sampai kematian
ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
B. Kejayaan Majapahit
Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari
tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya
dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada
(1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Pada tahun 1377,
beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut
ke Palembang, menyebabkan runtuhnya sisa-sisa kerajaan Sriwijaya.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan
Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Namun demikian,
batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut
tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi
terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh
raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma
bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
C. Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara (Perang Paregreg)
pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula
telah terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450-an, dan
pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang
berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun
berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka,
atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”.
Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah
gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar
agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad
ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat
bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu
Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia
(Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit
dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan
Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
D. Kebudayaan
Gapura Bajangratu, diduga kuat menjadi gerbang masuk keraton
Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di kompleks Trowulan.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal
dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama
Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan
raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu.
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa
sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi
Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan
merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang
masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Candi Bajangratu di
Trowulan, Mojokerto.
E. Ekonomi
Celengan zaman Majapahit, abad 14-15 Masehi Trowulan, Jawa Timur.
(Koleksi Museum Gajah, Jakarta)
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara
perdagangan. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari
India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat
lain di wilayah Majapahit di Jawa.
Menurut catatan Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor
Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan
komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang
dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam,
dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma
dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana
raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
F. Struktur Pemerintahan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi
yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan
birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja
dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik
tertinggi.
G. Aparat Birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan
pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan
tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya,
antara lain yaitu:
Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan
pemerintahan
Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang
terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat
dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat ikut
melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam
dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang
disebut Bhattara Saptaprabhu.
H. Pembagian Wilayah
Di bawah raja Majapahit terdapat pula sejumlah raja daerah, yang
disebut Paduka Bhattara. Mereka biasanya merupakan saudara atau kerabat dekat
raja dan bertugas dalam mengumpulkan penghasilan kerajaan, penyerahan upeti,
dan pertahanan kerajaan di wilayahnya masing-masing. Dalam Prasasti Wingun Pitu
(1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah
bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan
tersebut yaitu:
·
Daha
·
Jagaraga
·
Kabalan
·
Kahuripan
·
Keling
·
Kelinggapura
·
Kembang Jenar
·
Matahun
·
Pajang
·
Singhapura
·
Tanjungpura
·
Tumapel
·
Wengker
·
Wirabumi
I. Raja –
Raja Majapahit
Genealogi keluarga kerajaan Majapahit. Penguasa ditandai dalam
gambar ini.Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat
periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan
Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan
keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.
Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)
Kalagamet, bergelar Sri Jayanagara (1309 - 1328)
Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)
Wikramawardhana (1389 - 1429)
Suhita (1429 - 1447)
Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)
Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)
Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 -
1466)
Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466
- 1468)
Bhre Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)
Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)
Hudhara, bergelar Brawijaya VII (1498-1518)
J. Warisan Sejarah
Arca pertapa Hindu dari masa Majapahit akhir. Koleksi Museum für
Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman. Majapahit telah menjadi sumber inspirasi
kejayaan masa lalu bagi bangsa-bangsa Nusantara pada abad-abad berikutnya.
Legitimasi Politik
Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang, dan Mataram berusaha
mendapatkan legitimasi atas kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit.
Demak menyatakan legitimasi keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden
Patah, menurut babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan
seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar istana sebelum ia melahirkan.
Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin langsung oleh Sultan
Agung sendiri memiliki arti penting karena merupakan lokasi ibukota Majapahit.
Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki tradisi dan silsilah yang berusaha
membuktikan hubungan para rajanya dengan keluarga kerajaan Majapahit — sering
kali dalam bentuk makam leluhur, yang di Jawa merupakan bukti penting — dan
legitimasi dianggap meningkat melalui hubungan tersebut. Bali secara khusus
mendapat pengaruh besar dari Majapahit, dan masyarakat Bali menganggap diri
mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit.
Para penggerak nasionalisme Indonesia modern, termasuk mereka yang
terlibat Gerakan Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20, telah merujuk pada
Majapahit, disamping Sriwijaya, sebagai contoh gemilang masa lalu Indonesia.
Majapahit kadang dijadikan acuan batas politik negara Republik Indonesia saat
ini. Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an, Partai Komunis Indonesia
menyampaikan visinya tentang masyarakat tanpa kelas sebagai penjelmaan kembali
dari Majapahit yang diromantiskan. Sukarno juga mengangkat Majapahit untuk
kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde Baru menggunakannya untuk
kepentingan perluasan dan konsolidasi kekuasaan negara. Sebagaimana Majapahit,
negara Indonesia modern meliputi wilayah yang luas dan secara politik berpusat
di pulau Jawa.
K. Arsitektur
Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan berkelanjutan dalam
bidang arsitektur di Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) berbagai
bangunan di ibukota Majapahit dalam kitab Negarakretagama telah menjadi
inspirasi bagi arsitektur berbagai bangunan keraton di Jawa serta Pura dan
kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini.
L. Persenjataan
Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan
penyebaran teknik pembuatan keris berikut fungsi sosial dan ritualnya. Teknik
pembuatan keris mengalami penghalusan dan pemilihan bahan menjadi semakin
selektif. Keris pra-Majapahit dikenal berat namun semenjak masa ini dan
seterusnya, bilah keris yang ringan tetapi kuat menjadi petunjuk kualitas
sebuah keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga
berkembang pada masa ini dan meluas ke berbagai penjuru Nusantara, terutama di
bagian barat.
Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan penggunaan
tombak.
M. Kesenian Modern
Kebesaran kerajaan ini dan berbagai intrik politik yang terjadi
pada masa itu menjadi sumber inspirasi tidak henti-hentinya bagi para seniman
masa selanjutnya untuk menuangkan kreasinya, terutama di Indonesia. Berikut
adalah daftar beberapa karya seni yang berkaitan dengan masa tersebut.
N. Puisi Lama
Serat Darmagandhul, sebuah kitab yang tidak jelas penulisnya
karena menggunakan nama pena Ki Kalamwadi, namun diperkirakan dari masa
Kasunanan Surakarta. Kitab ini berkisah tentang hal-hal yang berkaitan dengan
perubahan keyakinan orang Majapahit dari agama sinkretis "Buda" ke
Islam dan sejumlah ibadah yang perlu dilakukan sebagai umat Islam.
O. Komik dan Strip Komik
Serial "Mahesa Rani" karya Teguh Santosa yang dimuat di
Majalah Hai, mengambil latar belakang pada masa keruntuhan Singhasari hingga
awal-awal karier Mada (Gajah Mada), adik seperguruan Lubdhaka, seorang rekan
Mahesa Rani.
Komik/Cerita bergambar Imperium Majapahit, karya Jan Mintaraga.
Komik Majapahit karya R.A. Kosasih
Strip komik "Panji Koming" karya Dwi Koendoro yang
dimuat di surat kabar "Kompas" edisi Minggu, menceritakan kisah
sehari-hari seorang warga Majapahit bernama Panji Koming.
P. Roman/Novel Sejarah
Sandyakalaning Majapahit (1933), roman sejarah dengan setting masa
keruntuhan Majapahit, karya Sanusi Pane.
Kemelut Di Majapahit, roman sejarah dengan setting masa kejayaan
Majapahit, karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
Zaman Gemilang (1938/1950/2000), roman sejarah yang menceritakan
akhir masa Singasari, masa Majapahit, dan berakhir pada intrik seputar
terbunuhnya Jayanegara, karya Matu Mona/Hasbullah Parinduri.
Senopati Pamungkas (1986/2003), cerita silat dengan setting
runtuhnya Singhasari dan awal berdirinya Majapahit hingga pemerintahan
Jayanagara, karya Arswendo Atmowiloto.
Dyah Pitaloka - Senja di Langit Majapahit (2005), roman karya
Hermawan Aksan tentang Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Kerajaan Sunda yang
gugur dalam Peristiwa Bubat.
Gajah Mada (2005), sebuah roman sejarah berseri yang mengisahkan
kehidupan Gajah Mada dengan ambisinya menguasai Nusantara, karya Langit Kresna
Hariadi.
Q. Film/Sinetron
Tutur Tinular, suatu adaptasi film karya S. Tidjab dari serial
sandiwara radio. Kisah ini berlatar belakang Singhasari pada pemerintahan
Kertanegara hingga Majapahit pada pemerintahan Jayanagara.
Saur Sepuh, suatu adaptasi film karya Niki Kosasih dari serial
sandiwara radio yang populer pada awal 1990-an. Film ini sebetulnya lebih
berfokus pada sejarah Pajajaran namun berkait dengan Majapahit pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar